Mata Kuliah :
Linguistik (Ilmu al-Lughah)
Kode : PBA-725
SKS : 3 SKS
Fakultas : Tarbiyah/Program S1
Jurusan : Pendidikan Bahasa Arab (PBA)
Semester : Genap
Pengampu : Drs. Akhmad Dairoby
Perkuliahan 3
LINGUISTIK, PEMBIDANGAN DAN MANFAATNYA
2.1 Tujuan
2.1.1 Memahami pengertian linguistik dan filologi.
2.1.2 Memahami objek kajian linguistik.
2.1.3 Membedakan kajian filologi di Barat dan
dunia Arab
2.1.4 Memahami macam-macam linguistik.
2.1.5 Memahami manfaat mempelajari linguistik.
2.2
Kompetensi Dasar
2.2.1 Mahasiswa mampu memahami pengertian
linguistik dan filologi.
2.2.2 Mahasiswa mampu memahami objek kajian
linguistik.
2.2.3 Mahasiswa mampu membedakan kajian filologi
di Barat dan dunia Arab.
2.2.3 Mahasiswa mampu memahami macam-macam
linguistik.
2.2.4 Mahasiswa mampu memahami manfaat mempelajari linguistik.
2.3
Deskripsi
Linguistik didefinisikan
sebagai suatu ilmu tentang bahasa atau penyelidikan bahasa secara ilmiah. Oleh sebab itu, linguistik tidak membedakan antara
yang satu dengan bahasa yang lainnya. Pemahaman tentang linguistik ini amat
penting bagi para mahasiswa, sebab dalam uraian ini kita akan menemukan
peristilahan lain yaitu filologi. Di antara para linguis modern ada yang
menyatakan bahwa folologi itu bagian dari linguistik, tetapi ada juga yang
membedakannya. Sebagaimana juga di dalam bahasa Arab terjadi perbedaan
penggunaan istilah fiqh al-lughah dan ilmu al-lughah. Sebenarnya
perbedaan hanya menyangkut istilah yang digunakan pada asalnya, tetapi telah
melebar kepada objek kajian dari dua bidang yang berbeda, antara kajian
filologi dan linguistik, sebagaimana yang terjadi pada abad XX di Barat, yang
membedakan anatara kajian filologi dengan linguistik.
Dalam uraian ini juga kita
akan menjawab pertanyaan, apa sebenarnya objek dari kajian linguistik tersebut?
Selain itu, kita akan membicarakan tentang pembidangan linguistik, tataran
kebahasaan, dan manfaat mempelajari linguistik.
2.4 Materi
Pembahasan
2.4.1 Definisi linguistik
Kata ‘linguistik’ berasal
dari bahasa Latin ‘lingua’ yang berarti ‘bahasa’. John Lyons (1995) dalam buku Pengantar
Teori Linguistik mengemukakan, bahwa linguistik mungkin bisa didefinisikan
sebagai pengkajian bahasa secara ilmiah. Definisi ini hampir-hampir tidak
memberi gambaran cukup kepada para mahasiswa, dan tidak memberi suatu indikasi
positif mengenai asas-asas dasar bidang studi ini. Definisi itu mungkin dapat
diperjelas sedikit dengan menguraikan secara lebih terperinci
pengertian-pengertian yang terkandung dalam batasan ”ilmiah”. Untuk sementara,
cukuplah dikatakan bahwa maksud pengkajian atau studi bahasa secara ilmiah
adalah penyelidikan bahasa melalui pengamatan-pengamatan yang teratur dan
secara empiris dapat dibuktikan benar atau tidaknya serta mengacu kepada suatu
teori umum tentang struktur bahasa.
Menurut Kridalaksana (1993)
dalam kamusnya Kamus Linguistik, linguistik didefinisikan sebagai ilmu
tentang bahasa atau penyelidikan bahasa secara ilmiah. Definisi yang hampir
senada juga dikemukakan oleh Tarigan (1986), yaitu seperangkat ilmu pengetahuan
yang diperoleh dengan jalan penerapan metode ilmiah terhadap fenomena bahasa.
Definisi di atas sedikit berbeda dengan yang dikemukakan oleh Hasanain (1984)
yang memberi penjelasan tentang ’metode ilmiah’ yaitu, sebagai penyelidikan
bahasa secara ilmiah, linguistik tidak membedakan antara yang satu dengan
bahasa yang lainnya.
Penjelasan yang dikemukakan
oleh Hasanain di atas seakan ingin menandaskan seperti yang dikatakan oleh Dr.
Mahmud Al-Sa’ran (1999) dalam buku Ilmu al-Lughah Muqaddimah li al-Qari’
al-’Araby, bahwa linguistik adalah ilmu pengetahuan yang menjadikan bahasa
sebagai objeknya.
علم اللغة هو العلم الذي يتخذ
اللغة موضوعا له.
Dr. Mahmud Al-Sa’aran
kemudian mengutip pendapat Ferdinand de Saussure dalam buku Cours de
Linguistique Generale, bahwa objek linguistik satu-satunya yang benar
adalah bahasa dan untuk bahasa itu sendiri. Oleh sebab itu, linguistik sering
pula disebut ’linguistik umum’.
Ferdinand de Saussure,
seorang sarjana Swiss, dianggap sebagai pelopor linguistik modern. Bukunya Cours
de Linguistique Generale (1916) sangat terkenal dan dianggap sebagai dasar
linguistik modern. Oleh sebab itu beberapa istilah yang dipakainya diterima
umum sebagai istilah resmi, misalnya langage, langue, dan parole.
Langage berarti ’bahasa’ pada umumnya, langue berarti ’bahasa’
yang merujuk pada bahasa tertentu, misalnya bahasa Inggris, bahasa Arab, dan
sebagainya; sedangkan parole (Prancis) berarti ’logat’
atau ’ucapan’. Dalam bahasa Inggris disebut ’speech’, dan dalam bahasa
Arab disebut ’kalam’ atau ’hadits’.
Mengapa umum?
Linguistik sering pula
disebut ’linguistik umum’. Maksudnya linguistik tidak hanya menyelidiki suatu langue
tertentu tanpa memperhatikan ciri-ciri bahasa lain. Umpamanya sulit bagi
kita memahami morfologi bahasa Arab, kalau tidak kita pahami ciri-ciri
morfologi bahasa-bahasa lain. Memang morfologi bahasa Arab seharusnya
dianalisis hanya dengan bahan dari bahasa Arab, tetapi bahan itu saja tidak
memberikan pengertian kepada kita bagaimana struktur morfologi pada umumnya.
Dengan perkataan lain, para linguis tidak hanya menyelidiki salah satu langue
saja, tetapi juga tempatnya di dalam langage.
Singkatnya kata Verhaar
(1992), linguistik harus umum. Dalam masing-masing bahasa ada ciri tertentu
yang terdapat pula dalam bahasa-bahasa yang lain. Orang yang menguasai semua
bahasa di dunia tidak ada. Akan tetapi sebaiknya, setiap linguis harus
menguasai sekurang-kurangnya satu atau beberapa bahasa lain dari pada bahasanya
sendiri secara reseptif, lebih baik lagi kalau salah satu dari bahasa lain yang
dikuasainya itu tidak serumpun dengan bahasanya sendiri. Hal ini sangat
membantu bagi linguis tersebut untuk membandingkan antara kedua bahasa atau
lebih yang akan diselidiki, seperti dalam tataran fonologi, morfologi, atau
sintaksis.
2.4.2 Antara linguistik dan filologi
Sebelum Ferdinand de
Saussure (1916), dan juga sesudahnya, terutama di Inggris, ilmu bahasa lazim
disebut ’filologi’ (Inggris: philology), (Prancis: philologie).
Sebabnya ialah bahwa dulu, terutama abad ke-19, para ahli bahasa sering
menyelidiki masa lampau dari bahasa-bahasa tertentu, seperti bahasa Inggris,
Jerman, Latin, dan sebaginya, dengan tujuan untuk menafsirkan naskah-naskah
kuno. Para ahli bahasa pada zaman itu menyelidiki pula hubungan yang
bermacam-macam di antara bahasa-bahasa serumpun (khususnya bahasa-bahasa
Indo-Eropa).
Dewasa ini menurut Verhaar
(1992), filologi diartikan sebagai ilmu yang menyelidiki masa kuno dari sesuatu
bahasa berdasarkan dokumen-dokumen tertulis. Walaupun para ahli filologi
sekarang menyadari bahwa pengetahuan sedikit tentang linguistik dapat menjadi
bantuan penting dalam bidang mereka, namun sudahlah menjadi pengertian bersama
bahwa filologi tidak sama dengan linguistik. Jadi ahli bahasa Jawa kuno
misalnya tak perlu menjadi spesialis linguistik; sebagai ahli filologi cukuplah
ia.
Sedangkan menurut John Lyons
(1995:22) dalam buku Pengantar Teori Linguistik mengemukakan, bahwa
istilah filologi adalah hasil yang telah dicapai ilmu pengetahuan linguistik
pada abad ke-19 adalah telah ditetapkannya asas-asas dan metode yang dipakai
dalam menentukan keluarga-keluarga bahasa serumpun dan lainnya. Pada abad itu
dikenal dengan istilah ”tata bahasa komparatif”, meskipun kurang umum dipakai
dewasa ini, oleh para linguis sendiri yang cenderung memilih istilah
’linguistik kamparatif dan historis’. Istilah filologi juga tidak umum dipakai
di Amerika.
2.4.3 Antara istilah ilmu
al-lughah dan fiqh al-lughah
Dalam sejarah bahasa Arab,
penyelidikan tentang bahasa telah jauh lebih dulu dilakukan berabad-abad lamanya
sebelum orang-orang Eropa (Barat). Orang-orang Arab sebelumnya juga mempelajari
filsafat, salah satu cabangnya adalah ilmu mantiq (logika) dan bahasa.
Dari hasil jerih payah para linguis Arab tersebut banyak bermunculan buku-buku
dalam bidang linguistik. Sejak itu juga, sudah muncul istilah fiqh al-lughah
dan ilmu al-lughah. Akan tetapi pada saat itu belum ada pemisahan
antara objek studi filologi dan objek studi linguistik seperti yang dilakukan
di Eropa (Barat) pada awal abad ke-20.
Oleh sebab itu, tokoh
linguis bahasa Arab seperti Ibnu Faris yang menulis bukunya dengan judul Al-Shahiby
fi Fiqh al-Lughah, dan Imam Jalaluddin Al-Saytuthy juga menulis bukunya
dengan judul yang agak berbeda, yaitu Al-Muzhar fi Ulum al-Lughah. Dua
tokoh linguis yang masing-masing menggunakan istilah yang berbeda untuk nama
bukunya, Ibnu Faris mengunakan kata ”fiqh al-lughah”, sedangkan Imam
Sayuthy menggunakan kata ”ilmu al-lughah”. Al-Syayuthy menggunakan kata ”ilmu
al-lughah” bukan bermaksud membuat istilah baru atau tampil beda dengan
pendahulunya Ibnu Faris yang menggunakan kata ”fiqh al-lughah”. Bahkan
keduanya ingin mengelaborasi kedua istilah itu sebagai arti yang berdekatan dan
relatif sama. Dari segi subtantifpun, masing-masing dari mereka ingin sama-sama
menunjukkan keistimewan-keistimewaan bahasa Arab, walaupun dengan cara pendekatan yang berbeda.
Perbedaan baru muncul di
Timur (Arab khususnya), ketika di Eropa (Barat), ada seorang tokoh linguis
Ferdinand de Saussure, seorang guru besar berkebangsaan Swiss yang berbahasa
Prancis, dari perkuliahannya tersebut, kemudian dipublikasikan oleh sebagian
para mahasiswanya lewat sebuah buku yang berjudul Cours de Linguistique
Generale (1916). Dalam buku tersebut dibedakan antara studi sejarah
kebahasaan (filologi) dengan studi bahasa itu sendiri (linguistik), buku
tersebut secara pelan namun pasti telah mengubah cara pandang studi bahasa yang
dilakukan oleh orang Arab selama ini.
Dewasa ini menurut Muhammad
bin Ibrahim al-Hamd (2005) dalam buku Fiqh al-Lughah Mafhumuhu-Maudlu’atuhu-Qadlyahu,
para penulis modern dalam bidang linguistik ini berbeda pendapat tentang
penggunaan nama yang digunakan untuk istilah ”linguistik”, sebagian ada
yang menyepadankannya dengan istilah ”ilmu al-lughah”, ada juga yang menyepadankannya
dengan istilah ”fiqh al-lughah”, dan bahkan sebagian lainnya ada yang
mengkonvergensi kedua istilah tersebut.
Sebenarnya perbedaan istilah
itu muncul dari segi bahasa Arab sendiri, kata “linguistik” itu artinya
“ilmu bahasa”. Kata ”ilmu” itu semakna dengan kata ”fiqh” yang
artinya ”fahm”. Kemudian dikaitkan dengan ’al-lughah”. Oleh sebab
itu muncul dua istilah ”ilmu al-lughah” dan ”fiqh al-lughah”, kedua
istilah itu artinya ”fahmu al-lughah”. Secara bahasa, kedua istilah itu
sama saja.
Sebagian para penulis bidang
linguistik modern menyarankan untuk mengikuti cara yang dilakukan di Barat
seperti dewasa ini. Karena itu mulai dari segi nama peristilahan sampai kepada
objek yang akan dibahas juga harus dipisahkan. Rekomendasi ini tampaknya tidak
banyak digubris oleh para linguis Arab, mereka beralasan sangat tidak mungkin
dipisahkan antara studi sejarah kebahasaan dengan bahasa itu sendiri. Hal itu sebagaimana
yang dikemukakan oleh Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd (2005), sebagai berikut:
w
Studi sejarah bahasa Arab sangat berbeda dengan
bahasa lainnya.
w
Teks-teks bahasa Arab sampai kepada kita itu
sudah ada sejak pada masa jahili.
w
Selain itu, Alquran diturunkan dengan menggunakan
bahasa Arab.
w
Bahasa Arab sangat berbeda dengan bahasa lainnya, karena
bahasa Arab masih tetap utuh dan tetap eksis bahasanya sejak zaman jahili, itu
semua karena ada Alquran.
w
Studi bahasa Arab dahulu tidak berbeda dengan
sekarang, tidak seperti bahasa Inggris misalnya. Bahasa Inggris klasik dengan
bahasa Inggris kontemporer sangat jauh berbeda bahasanya, baik segi morfologi
maupun semantiknya. Di samping itu karya sastera Shakespeare (abad ke-17),
bahasanya sudah tidak bisa dipahami lagi oleh orang-orang dewasa ini, hanya
sebagian kecil para ahli yang kompeten saja yang mengerti. Hal ini berbeda sekali
dengan Alquran, Hadits dan syair-syair jahili serta karya-karya sastera
sesudahnya, orang-orang yang hidup sekarang masih dapat memahaminya, walupun
memang ada sebagian kecil yang dianggap sulit.
Sekalipun demikian, di
antara para linguis Arab modern ada yang berusaha memisahkan antara kedua jenis
studi tersebut. Paling tidak dari segi penyebutan nama istilah yang digunakan,
tidak kurang seperti Mushthafa Al-Saqa, Ibrahim Al-Abayary, Abd al-Hafizh
Syalaby, Abd al-Wahid Wafi, Subhi Shaleh, Mukhtar Umar, Mahmud al-Sa’ran dan
lain-lain mensepadankan istilah ”filologi” dengan ”fiqh al-lughah”
dan istilah ”linguistik” dengan ”Ilmu al-Lughah” dalam bahasa Arab.
Dengan begitu paling tidak,
penggunaan istilah linguistik dengan
ilmu al-lughah dan filologi dengan fiqh al-lughah
dalam bahasa Arab telah memudahkan para pembelajar untuk memahami konsep yang
terkandung di dalamnya. Kendati demikian, buku-buku yang bertema fiqh
al-lughah atau ilmu lughah isinya tetap ”linguistik”, apalagi jika
yang diamati buku-buku linguistik yang lama.
Menurut Imam Asrori (2004),
istilah ilmu lughah pertama kali digunakan oleh Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah-nya.
Bahkan oleh Ibnu Khaldun istilah ”lmu al-lughah” tidak merujuk kepada
istilah ”linguistik” tetapi ”leksikologi”. Demikian juga kalau
membuka buku Fiqh al-Lughah wa Sirr al-’Arabiyyah karya Abu Manshur
Al-Tsa’aliby yang terkenal itu, bukanlah merujuk pada istilah filologi
atau linguistik tetapi malahan sebenarnya tentang leksikologi.
2.4.4 Objek Kajian Linguistik
Menurut Verhaar (1992), yang
jelas sampai sekarang ialah bahwa objek linguistik itu adalah bahasa. Akan
tetapi pengertian kata ”bahasa” dalam bahasa Indonesia belum begitu jelas. Setidaknya
menurut Abdul Chaer dan Leonie Agustina (1995), bahwa kata atau istilah ”bahasa” menanggung beban konsep tiga kata
dalam bahasa Prancis, yaitu langage, langue dan parole. Padahal,
ketiga kata tersebut memiliki konsep yang berbeda.
Pada bagian terdahulu telah
diterangkan secara singkat tentang ketiga istilah Perancis tersebut, tetapi
belum ditentukan mana yang menjadi objek kajian linguistik. Ferdinand de
Saussure (1916) membedakan antara langage, langue dan parole.
Dalam bahasa Prancis istilah
langage digunakan untuk menyebut bahasa secara umum. Langage ini
bersifat abstrak dan dapat diterjemahkan dengan ”bahasa” secara umum. Jadi,
tidak mengacu pada bahasa tertentu.
Istilah langue dimaksudkan
sebagai sebuah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh sekelompok anggota
masyarakat tertentu untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan sesamanya. Jadi, langue mengacu pada
sebuah sistem lambang bunyi tertentu, seperti bahasa Arab, bahasa Inggris,
bahasa Indonesia, dan sebagaianya. Kata “bahasa” di sini masih bersifat abstrak
tetapi sudah agak konkrit, sebab bisa dibedakan antara bahasa Arab dengan
bahasa Jepang misalnya.
Berbeda dengan langage
dan langue yang bersifat abstrak, maka istilah parole bersifat
konkrit, karena parole itu merupakan pelaksanaan dari langue dalam
bentuk ujaran atau tuturan yang dilakukan oleh para anggota masyarakat didalam
berinteraksi atau berkomunikasi dengan sesamanya. Parole di sini barang kali dapat dipadankan dengan ucapan atau tuturan. Di
dalam bahasa Inggris disebut dengan speech dan di dalam bahasa Arab
disebut dengan kalam atau hadits. Jadi, sekali lagi parole itu
tidak bersifat abstrak, nyata ada, dan dapat diamati secara empiris. Apabila
kita merekam ucapan seseorang ke dalam sebuah pita rekaman atau lainnya, maka
suara tuturan atau ucapan seseorang dalam bahasa tertentu itulah
yang disebut parole.
Perlu dicatat dan dipahami
yang menjadi objek studi linguistik adalah langue sebagai satu sistem
bahasa tertentu, tetapi dilakukan melalui parole. Mengapa? Karena parole
inilah yang dapat diobservasi secara empiris, selain itu parole itu
nyata, ada, dapat diamati dan konkrit.
Di samping itu kita juga
membedakan bahasa lisan dan bahasa tulisan. Bahasa tulisan boleh disebut
”turunan” dari pada bahasa lisan. Disebut ”turunan”, karena awal bahasa itu ada
secara lisan terlebih dulu kemudian tulisan (اللغة في الأصل منطوقة قبل
أن تكون مكتوبة),
bahasa lisan juga adalah hakikat bahasa itu sendiri. Bahasa lisan merupakan objek
primer linguistik, sedangkan bahasa tulisan merupakan objek sekunder
linguistik. Bahasa tulisan pada umumnya bukan merupakan representasi langsung
dari bahasa lisan, dan justru di sinilah ada banyak masalah yang pantas
diselidiki oleh ahli linguistik. Yang penting ditandaskan di sini ialah bahwa
setiap bahasa terdapat dalam bentuk yang sesungguhnya adalah dalam berbicara
dan mendengarkan, hanya sedikit sekali dalam bentuk membaca dan
menulis. Oleh karena itu bahasa tulisan hanya bersifat sekunder bukan
primer, karena itu juga, parole itu pertama-tama terdapat secara lisan.
Tepat sekali apa yang dikatakan oleh Bloomfiled (1979) dalam Suparno (1995) mengemukakan
bahwa bahasa pada hakikatnya adalah lisan (oral).
Kami ingin membantu Anda
lewat uraian singkat berikut tentang maksud objek kajian linguistik di atas,
sehingga nyata peran linguistik yang menjadikan bahasa sebagai objeknya.
(Semoga Tuhan memberikan pemahaman kepada Anda!).
Menguasai suatu bahasa,
misalnya bahasa Arab, (dalam arti dapat menggunakannya secara lancar untuk
berbicara) tidak sama dengan mampu menerangkan kaidah-kaidahnya. Banyak orang
yang lancar dan fasih berbahasa Arab, tetapi belum tentu mampu menerangkan
tentang kaidah-kaidah bahasa Arab dengan baik. Demikian juga, belajar suatu
bahasa tidak sama dengan belajar tentang bahasa, sebaliknya, mengajarkan suatu
bahasa tidak sama dengan mengajarkan tentang bahasa. Jadi, mempelajari linguistik
akan membantu Anda dengan mudah mengajarkan bahasa atau tentang bahasa.
Jika Anda menguasai bahasa
Indonesia dengan lancar, tetapi tidak pernah studi khusus tentang bahasa
Indonesia, Anda tidak akan dapat menerangkan tata bahasa Indonesia dengan baik.
Dengan perkataan lain, apa yang Anda kuasai (yakni bahasa Indonesia
sebagai langue) yang memang merupakan objek penyelidikan linguistik
terhadap bahasa Indonesia,
tetapi cara menguasai bahasa tersebut bukanlah objek linguistik. Kalau begitu,
apakah fungsi penguasaan suatu bahasa dalam penyelidikan linguistik? Penguasaan
merupakan titik tolak dari penyelidikan, karena kita tahu secara intuitif,
pakah suatu contoh dari parole betul atau salah. Misalnya bila ada orang
berkata: “Buaya makan
besar tikus” atau dalam bahasa Arab, “أكل الكبير التمساح
الفأرة“, serta merta kita tahu bahwa kedua kalimat itu salah; bukan
karena salah ucap, mungkin karena ia lelah, atau mungkin karena kurang
memperhatikan apa yang dikatakannya.
Dengan demikian parole adalah obyek linguistik
yang konkrit. Menguasai
suatu bahasa diperlukan untuk membedakan mana di antara ujaran yang kita
kumpulkan tepat dan mana yang tidak; dari ujaran yang tepat kita simpulkan apa
yang berlaku untuk langue dan kaedah-kaedahnya. Lalu bila kita sadari bahwa
dalam macam-macam langue ada sesuatu yang umum, maka kita mencoba
merumuskan yang umum itu sebagai penyelidikan langage. Munculnya
kaidah-kaidah kebahasaan adalah dari parole yang umum dan diterima oleh
masyarakat bahasa itu sendiri.
2.4.5 Pembagian linguistik
Kalau kita menelaah
buku-buku tentang linguistik, kita akan mendapati tidak ada kesepakatan jumlah yang pasti di
antara ahli linguistik tentang pembagian linguistik dan bidang-bidang di dalam
linguistik. Pada pembahasan ini kami ingin sampaikan pembagian linguistik
sebagaimana yang dikemukakan oleh Dr. Muwaffaq Abdullah Al-Qusyairy (2004)
dalam buku Muhadlarat fi Ilm al-Lughah al-Nazhary, dia membagi cabang
linguistik itu menjadi dua, (a) ilmu al-lughah al-nazhary (linguistik
teoritik), dan (b) ilmu al-lughah al-tathbiqy (linguistik terapan).
Adapun linguistik teoritik terdiri dari tujuh bidang:
- Ilmu al-ashwat (fonologi), ilmu yang menyelidiki tentang bunyi yang dihasilkan dan dikeluarkan oleh pembicara kepada lawan bicara, atau pemahaman pendengar terhadap bunyi yang didengarnya.
- Ilmu al-fonemat (fonemik), ilmu yang menyelidiki tentang fungsi fonem-fonem kebahasaan dan segala macam pembagian dan cabangnnya yang dapat membedakan makna.
- Ilmu tarikh al-lughah (linguistik diakronis atau historis), ilmu yang menyelidiki pertumbuhan dan perkembangan suatu bahasa dengan bahasa-bahasa lainnya, termasuk rumpun keluarga bahasa.
- Ilmu al-sharaf (morfologi), ilmu yang memyelidiki dan menganalisa tentang tata bentuk kata dan bagian-bagiannya, juga menyelidiki tentang morfem dan kombinasinya dari tataran kebahasaan yang paling kecil.
- Ilmu al-nahw (sintaksis), ilmu yang menyelidiki tentang tata kalimat dalam satuan gramatika terbesar, termasuk mengkaji struktur frase dan kalimat.
- Ilmu al-dalalah (semantik), ilmu yang menyelidiki tentang arti kata dan hubungannya dengan maknanya, baik makna leksikal maupun makna gramatikalnya.
- Ilmu al-lughah al-muqarin (linguistik komparatif), ilmu yang menyelidiki bentuk-bentuk persamaan atau perbedaan antara dua bahasa atau lebih dari segi fonetik, morfologis, semantik, atau un sintaksisnya.
Sedangkan linguistik terapan terdiri dari
delapan bidang:
- Pengajaran bahasa, suatu cabang pengajaran yang menfokuskan pada metode dan teknik-teknik terbaik dalam pengajaran bahasa pertama dan bahasa kedua serta bahasa asing lainnya.
- Tes kebahasaan, suatu cabang ilmu yang memfokuskan pada proyek pembuatan dan evaluasi tes-tes kemahiran kebahasaan, sehingga dapat diketahui tingkat kemampuan dan keahlian seseorang.
- Laboratorium bahasa, suatu cabang yang memfokuskan pada bidang-bidang pemanfaatan laboratorium bahasa dan cara-cara penggunaannya untuk peningkatan penguasaan suatu bahasa.
- Psikolinguistik, suatu disiplin ilmu yang menyelidiki tentang pemerolehan anak terhadap bahasa pertamanya (akuisisi), dan pembelajaran bahasa kedua atau bahasa asing lainnya, serta pengaruh pemerolehan bahasa pertama terhadap pembelajaran bahasa kedua, juga pengaruh pembelajaran bahasa kedua terhadap pemerolehan bahasa pertama. Selain itu juga menyelidiki fungsi otak dalam preode masa pertumbuhan dan perkembangan.
- Sosiolinguistik, suatu disiplin peneyelidikan yang memfokuskan tentang bahasa dari segi sosial atau politik, juga membahas tentang macam-macam dialek dan ragam bahasa, serta membahas tentang problematika kebahasaan dari segia sosial dan politik.
- Ilmu terjemah, suatu disiplin ilmu yang menyelidiki dan membahas tentang dasar-dasar, kaidah-kaidah, dan pelik-pelik penerjemahan. Selain itu, dewasa ini juga dikembangkan pemanfaatan komputer untuk penerjemahan. (penerjemahan elektronik).
- Leksikologi, suatu disiplin ilmu yang memfokuskan pada pembuatan kamus umum dan khusus.
- Program bahasa lewat komputer, suatu disiplin ilmu yang memfokuskan pada pemanfaatan komputer untuk menganalisis, penyimpanan, dan pembuatan program shofware dalam pembelajaran dan pengajaran bahasa.
Demikianlah pembagian
linguistik menurut Dr. Abdullah Muwaffaq (2004) yang kami anggap lebih
komprehensif dan lebih mutakhir.
Linguistik sebagai ilmu
pengetahuan membutuhkan suatu teori yang konsekwen, bila seseorang ahli
linguistik memusatkan perhatiannya khusus pada pendirian suatu teori, maka apa
yang dikerjakannya boleh disebut sebagai linguistik teoritis. Akan tetapi,
linguistik itu dapat dimanfaatkan pula untuk masalah-masalah praktis di luar
linguistik itu sendiri. Misalnya bagaimana mengatasi kesulitan dalam pengajaran
suatu bahasa asing? Lalu itu berarti linguistik tersebut menjadi linguistik
terapan. Ilmu linguistik dan teori linguistik itu dikerjakan bukan demi teori
itu sendiri, melainkan hanya sejauh menolong untuk mengatasi kesulitan tadi.
Linguistik terapan disebut dengan istilah applied linguistics, sedangkan
linguistik teoritis disebut theoretical linguistics.
Selanjutnya akan diuraikan
secara singkat tentang tataran kebahasaan yang boleh dibilang sebagai ”rukun”
linguistik, sekali pun nanti akan diuraikan secara khusus pada bab-bab
pembahasan selanjutnya dalam buku ini.
2.4.6 Pembagian tataran linguistik
Pada pembahasan terdahulu
telah disinggung dan dikemukakan bahawa bahasa itu merupakan sistem dan
mencakup sejumlah sub-sistem. Sejumlah susb-sistem bahasa inilah yang dimaksud
dengan tataran kebahasaan. Verhaar (1992), menyebutnya sebagai ”hierarki yang
bertaraf”. Imam Asrori (2004), menyebutnya ”tataran kebahasaan”. Disebut
tataran kebahasaan karena sub-sistem bahasa itu berlapis-lapis atau tataran
terendah atau terkecil, sub-sistem kedua merupakan tataran yang lebih besar,
dan seterusnya. Dapat dikatakan pula bahwa tataran yang lebih besar mengandung
sejumlah unsur dari tataran di bawahnya.
Verhaar (1992) dan Suparno
(1995) dalam buku yang berbeda membagi empat tataran kebahasaan, yaitu (a)
fonetik, (b) fonologi, (c) morfologi, dan (d) sintaksis. Pateda (1988) juga
membagi ada empat tataran kebahasaan, tetapi agak berbeda dengan Verhaar dan
Suparno, yaitu (a) fonologi, (b) morfologi, (c) morfonologi, dan (d) sintaksis.
Meskipun tampak ada
perbedaan, tataran kebahasaan yang dikemukakan oleh Verhaar dan Suparno serta
Pateda tersebut, Imam Asrori (2004)
mengatakan pada prinsipnya sama saja.
Seperti telah dinyatakan di
atas, keempat tataran kebahasaan tersebut merupakan suatu ”hierarki” atau
sesuatu keseluruhan yang bertaraf. Diagram berikut sebagaimana dikemukakan
Verhaar (1992) yang telah diadaptasi dapat menjelaskan hal itu.
Diagram 2.2
Fungsi
|
Tataran kebahasaan
|
Keterangan
|
![]()
Fungsional
![]() |
![]()
Morfologi
![]()
Fonetik
|
Tatabahasa (grammar)
(Qawa’id al-lughah)
Analisis bunyi; di
luar tatabahasa
|
Dapat dilihat dengan
jelas posisi sintaksis dan morfologis desebut tatabahasa (grammar) atau
dalam bahasa Arab disebut qawa’id al-lughah. Penyebutan istilah ini sering dikaburkan oleh
sebagian kalangan. Sedangkan fonologi dan fonetik tidak termasuk bagian
tatabahasa, akan tetapi fonologi bersifat fungsional, dan fonetik tidak
fungsional. Maksudnya fonologi merupakan cabang linguistik yang
mempelajari bunyi-bunyi bahasa. Bunyi bahasa dibedakan menjadi dua: (a) bunyi-bunyi
yang tidak membedakan makna, dan (b) bunyi-bunyi yang membedakan makna. Bunyi
yang tidak membedakan makna disebut fon (tidak fungsional). Adapun
bunyi-bunyi yang membedakan makna disebut fonem (fungsional).
Selain dari leksikon, sistematik
setiap bahasa meliputi empat tataran kebahasaan atau ”hierarki”, (1) fonologi,
(2) fonetik, (3) morfologi, dan sintaksis. Dari keempat tataran tersebut, dua
yang terakhir yaitu morfologi dan sintaksis dianggap tataran yang paling tinggi
dan disebut ”tatabahasa”, atau (Inggris: grammar), atau (Arab: qawa’id
al-lughah). Jadi sebetulnya morfologi dan sintaksislah yang dibedakan
secara prinsipil dari leksikon. Sedangkan dua yang pertama yaitu ponetik dan
fonologi dianggap tataran yang lebih
rendah dan tidak termasuk dalam tatabahasa, juga tidak termasuk dalam leksikon.
Para ahli linguistik dewasa
ini fonetik itu dianggap termasuk dalam fonologi, sehingga kedua taraf
sistematik bunyi tadi disebut fonologi saja; namun disini fonetik dianggap
berbeda dari fonologi.
2.4.7 Manfaat mempelajari linguistik
Manfaat mempelajari linguistik sebagaimana
dikemukakan oleh Muhammad al-Mubarak (tt), secara singkat akan diuraikan
sebagai berikut.
w
Memahami dan mengkaji suatu bahasa secara mendalam
tidak bisa dilakukan hanya dari segi kata-kata atau kaidah-kaidahnya saja,
melainkan harus terjun menyelami tentang ketentuan-ketentuan yang menjadi
kebijakan serta pertumbuhan dan perkembangan bahasa tersebut. Dengan
mempelajari linguistik akan dapat mengeksplorasi tentang kelebihan-kelebihan
suatu bahasa serta mengetahui pertumbuhan dan perkembangannya. Selain itu,
linguistik juga menguraikan sebagian besar problematikanya.
w
Mempelajari linguistik dapat mengungkap pola pikir
suatu bangsa yang menggunakana bahasa tertentu, seperti sejarah dan
peradabannya. Misalnya pada bidang etimologi, suatu kata dalam bahasa Arab,
kita akan dapat merujuk kata tersebut kepada rumpun bahasa asalnya, sehingga
kita tahu persis makna yang sesungguhnya. Selain itu, dalam linguistik dibahas
kaidah tentang hubungan struktur kalimat dengan pola pikir penuturnya, dalam
hal maf’ul li ajlih dalam tatabahasa Arab diungkapkan latar belakang
motivasi psikologis penuturnya, seperti: فعلت هذا رغبة أو رهبة أو حبا أو
انتقاما ... . Dengan demikian,
setiap orang yang melakukan sesuatu akan tergambar motivasi psikologis yang
mengucapkannya, mungkin karena suka, benci, cinta atau gusar dan sebagainya.
Oleh sebab itu, linguistik mampu mengungkapkan secara historis tentang tradisi,
moral, dan keadaan lingkungan tertentu.
w
Sikap moderat, dewasa ini bahasa Arab misalnya,
sedang menghadapi dua persimpangan kelompok. Satu kelompok tidak peduli dengan membanjirnya
kosa kata asing masuk ke dalam bahasa Arab tanpa ada seleksi dan panetrasi,
sehingga dikhawatirkan merusak tatabahasa Arab standar yang dengan susah payah
dibangun oleh para linguis terdahulu. Satu kelompok lainnya ingin
mempertahankan dan memelihara bahasa Arab, tidak boleh ada unsur asing masuk ke
dalam bahasa Arab. Dengan mempelajari linguistik kita dapat memoderasi dengan
perimbangan, bagaimana bahasa Arab tetap maju dan terbuka, bahasa asing boleh
masuk tetapi tanpa merusak tatanan kebahasaan yang sudah ada.
Saya kira masih banyak
manfaat lainnya salain yang diuraikan di atas, semakin dalam kita menyelami
sesuatu semakin banyak yang akan kita reguk.
2.5 Rangkuman
2.5.1 Linguistik
didefinisikan sebagai ilmu tentang bahasa atau penyelidikan bahasa secara
ilmiah.
2.5.2 Objek
linguistik adalah bahasa itu sendiri, karena itu linguistik disebut juga
linguistik umum.
2.5.3 Bahasa dibedakan menjadi dua, bahasa tulis dan
bahasa lisan; bahasa lisan merupakan objek primer linguistik, sedangkan
bahasa tulisan merupakan objek sekunder linguistik.
2.5.4 Linguistik
dibagi menjadi dua, linguistik teoritik dan linguistik terapan. Linguistik
teoritik adalah teori linguistik itu dikerjakan demi untuk teori itu sendiri,
sedangkan linguistik terapan adalah pemanfaatan teori-teori linguistik untuk
membantu masalah-masalah praktis di luar linguistik itu sendiri.
2.5.5. Tataran
kebahasaan ada empat tingkatan, yaitu: fonetik, fonologi, morfologi, dan sintaksis.
2.5.6 Manfaat mempelajari linguistik antara lain;
dapat mengeksplorasi tentang kelebihan-kelebihan suatu bahasa serta mengetahui
pertumbuhan dan perkembangannya serta dapat menumbuhkan sikap moderat terhadap
semua bahasa.
2.6 Tugas
dan Latihan
2.6.1
Definisikan kembali menurut Anda apa yang dimaksud dengan linguistik dan
apa objeknya?
2.6.2 Apa
yang dimaksud dengan filologi? Bagaimana perbedaan kajian filologi di Barat dan
di dunia Arab?
2.6.3 Jelaskan
ketiga istilah yang digunakan Ferdinand de Saussure untuk menyebut bahasa
dengan language, langue, dan parole.
2.6.4 Apa
perbedaan linguistik teoritik dan linguistik terapan?
2.6.5 Sebutkan
beberapa macam bidang linguistik teoritik dan linguistik terapan?
2.6.6 Sebutkan
dan jelaskan macam-macam tataran linguistik?
2.6.7 Apa
manfaat mempelajari linguistik menurut Anda selain yang diuraikan sebelumnya ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar