Mata Kuliah : Linguistik (Ilmu al-Lughah)
Kode : PBA-725
SKS : 2 X 3 SKS
Fakultas : Tarbiyah/Program S1
Jurusan : Pendidikan Bahasa Arab (PBA)
Semester : Genap
Pengampu : Drs. Akhmad Dairoby
Perkuliahan 1& 2
HAKIKAT BAHASA DAN TEORI ASAL-USUL BAHASA
1.1 Tujuan
1.1.1 Memahami
hakikat bahasa.
1.1.2 Memahami
pengertian bahasa.
1.1.3 Memahami
karakteristik bahasa.
1.1.4 Memahami
fungsi bahasa.
1.1.5 Memahami
bahasa dan kaitannya dengan linguistik.
1.1.6 Memahami teori asal-usul
bahasa.
1.2 Kompetensi Dasar
1.2.1 Mahasiswa
mampu memahami hakikat bahasa.
1.2.2 Mahasiswa
mampu memahami pengertian bahasa.
1.2.3 Mahasiswa
mampu memahami karakteristik bahasa.
1.2.4 Mahasiswa
mampu memahami fungsi bahasa.
1.2.5 Mahasiswa mampu
memahami komunikasi-bahasa dan kaitannya dengan linguistik.
1.2.6 Mahasiswa mampu memahami teori asal-usul bahasa.
1.3 Deskripsi
Uraian tentang hakikat bahasa mencakup
pengertian bahasa, karakteristik bahasa, dan fungsi bahasa. Pembahasan tentang
hakikat bahasa sangat penting bagi mahasiswa agar mereka dapat memperoleh
pemahaman yang benar tentang apa sebenarnya bahasa itu. Pemahaman tentang
hakikat bahasa ini menjadi landasan bagi pengkajian aspek-aspek linguistik
secara umum ataupun yang secara khusus berada dalam lingkup yang lebih luas
lagi. Pada pembahasan dalam tema ini juga dibicarakan tentang karakteristik
bahasa dan fungsi bahasa, agar dapat dibedakan antara hakikat bahasa dengan
fungsinya, selain itu dibicarakan juga tentang bahasa dan kaitannya dengan
linguistik dalam bentuk komunikasi-bahasa. Terakhir sebagai tambahan wawasan
dibicarakan juga secara singkat empat aliran teori asal-usul bahasa, sekalipun
spekulatif namun penting sebagai penghantar untuk memahami teori-teori dalam
linguistik selanjutnya.
1.4 Materi Pembahasan
1.4.1 Hakikat Bahasa
Salah
satu pembeda utama antara manusia dan hewan adalah kemampuan berbahasa pada
diri manusia. Dengan kemampuan berbahasa, manusia disebut hayawan al-natiq. Selain
mempredikasi manusia dengan kemampuan berbicara atau berbahasa, predikat
tersebut sekaligus menunjukkan bahwa suatu masyarakat manusia selalu diikat
oleh bahasa yang mereka gunakan. Setiap masyarakat terbentuk, hidup, dan tumbuh
dengan bahasa.
Dengan
bahasa, manusia dapat berpikir dan mengkomunikasikan pikirannya. Manusia
berinteraksi dengan sesamanya juga dengan menggunakan bahasa. Ilmu pengetahuan,
kebudayaan, dan keberadaban pun pada dasarnya dipelajari dan diwariskan dari
generasi ke generasi dengan menggunakan bahasa. Tanpa bahasa, kehidupan manusia
sulit berkembang. Tanpa bahasa, interaksi dan komunikasi antar manusia menjadi
terbatas.
Bahasa
begitu dekat dengan diri manusia. Bahasa begitu menyatu dalam kehidupan
manusia. Pemahaman manusia terhadap hakikat bahasa semakin menambah bukti
kedekatan dan penyatuan manusia dengan bahasa.
1.4.2 Pengertian Bahasa
Terdapat beragam definisi tentang bahasa
atau lughah dalam bahasa Arab. Pertama-tama dinukilkan definisi dari
kamus Webster’s sebagai berikut.
Bahasa
adalah alat yang sistematis untuk menyampaikan gagasan atau perasaan dengan
memakai tanda-tanda, bunyi-bunyi, gestur, atau tanda-tanda yang disepakati yang
mengandung makna yang dapat dipahami. (Webster’s Third New International
Dictionary of English Language, 1961:1270).
Menurut
definisi di atas, bahasa mencakup semua hal yang digunakan sebagai alat untuk
berkomunikasi, baik berupa tanda verbal maupun non-verbal. Tanda-tanda
non-verbal itu misalnya, bunyi kentongan, bel kendaraan, lonceng, morse, lampu
pengatur lalu lintas, ataupun gerakan isyarat sebagian anggota tubuh (gestur)
dan sebagainya.
Hakikat
bahasa yang dimaksudkan pada definisi tersebut berbeda dengan yang dimaksudkan
pada definisi berikut ini.
اللغة أصوات يعبر بها كل قوم عن أغراضهم.
Bahasa
adalah bunyi-bunyi yang digunakan oleh setiap orang untuk mengungkapkan ide.
(Ibnu Jinni, 1:87)
إن
اللغة نظام اعتباطي لرموز صوتية تستخدم لتبادل الأفكار والمشاعر بين أعضاء جماعة
لغوية متجانسة.
Bahasa
adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, digunakan untuk saling bertukar pikiran
dan perasaan antar anggota kelompok masyarakat bahasa. (Al-Khuli, 1982:15).
اللغة نظام ذهني يتم بموجبه ربط العناصر اللغوية سواء كانت
على المستوى الفنولوجي أو الصرفي أو النحوي.
Bahasa
adalah sistem mental yang membentuk suatu ikatan atau aturan pada unsur-unsur
bahasa, baik pada tataran fonologi, morfologi, maupun sintaksis. (Hasanain,
1984:35).
Bahasa
adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota
suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidetifikasikan diri.
(Kridalaksana, 1993:21).
Keempat
definisi di atas pada dasarnya sama meskipun mengandung perbedaan. Secara
prinsip berbagai definisi tersebut menyatakan hal-hal berikut:
w
Bahasa itu merupakan sistem, maksudnya bahasa itu
menganut sistem tertentu atau menampakkan suatu sistem tertentu dalam tataran
fonologi, morfologi, dan sintaksis. Keteraturan atau sistemasi bahasa dapat
dijelaskan dengan memanfaatkan data-data bahasa. Pada tataran fonologi bahasa
Arab misalnya, tidak pernah ditemukan suku kata yang berpola KKV
(konsonan-konsonan-vokal) sebagaimana tidak pernah ada /i/ + /yu/. Pada tataran
morfologi bahasa Arab, didapatkan aturan penjamakan nomina yang berakal dengan
menempelkan morfem waw dan nun di belakang nomina. Dan pada
tataran sintaksis bahasa Arab misalnya tidak pernah ditemukan nomina jamak
mendahului verba tanpa morfem jamak juga.
w
Sistem bahasa itu arbitrer (semena-mena),
maksudnya aturan yang ada pada setiap bahasa itu tidak berdasarkan logika dan
bukan merupakan hasil musyawarah. Antara bunyi dengan huruf yang dilambangkan
tidak ada hubungan apa-apa. Jadi tidak ada alasan logis mengapa fa’il harus
marfu’, dan maf’ul bih harus manshub. Masyarakat Indonesia
tidak pernah bermusyawarah untuk menetapkan bangunan tempat tinggal itu bernama
’rumah’, atau tempat ibadah untuk orang Islam itu bernama ’mesjid’, dan
sebagainya.
w
Bahasa itu pada dasarnya oral atau verbal. Manusia
selalu berbicara dengan kata-kata lebih dulu sebelum dapat menulis dengan
aksara (اللغة في الأصل منطوقة قبل أن تكون مكتوبة ). Selain itu terdapat kelompok masyarakat berbahasa yang tidak
mempunyai aksara untuk menuliskannya.
w
Bahasa berfungsi sosial dalam arti berfungsi untuk
bertukar pikiran dan perasaan antar sesama.
Adapun perbedaannya adalah; Pertama,
dalam menyatakan fungsi bahasa. Dalam hal ini, definisi yang dikemukakan Ibnu
Jinni menyatakan bahwa bahasa digunakan untuk interaksi satu arah (yu’abbiru
’an aghradlihim) atau paling tidak secara tegas menyatakan interaksi dua
arah. Adapun definisi yang dikemukan oleh Al-Khuli dan Kridalaksana secara
tegas untuk mengadakan interaksi dua arah (litabaduli al-afkar wa
al-masya’ir). Kedua, tampak pada definisi yang dikemukakan oleh
Hasanain yang menekankan adanya berbagai tataran bentuk kebahasaan.
Perbedaan yang terdapat pada
keempat definisi di atas bukanlah perbedaan yang prinsip. Maksudnya, hakikat
bahasa yang dimaksud dalam keempat definisi terdahulu adalah sistem lambang
bunyi oral. Hakikat bahasa yang merupakan sistem lambang bunyi oral (parole)
inilah yang menjadi objek kajian linguistik. Adapun bahasa yang non-oral pada
hakikatnya bukanlah bahasa dan bukan menjadi objek kajian linguistik.
1.4.3 Karakteristik Bahasa
Ada
beberapa karakteristik yang menempel pada semua bahasa secara umum. Al-Khuli
(1982) mengemukakan adanya enam karakteristik bahasa.
a.
Bahasa memiliki ragam sosial-ekonomi penuturnya.
Ragam bahasa yang digunakan oleh penutur yang terpelajar berbeda dengan ragam
yang digunakan oleh penutur yang kurang berpendidikan. Demikian halnya ragam
bahasa pekerja pabrik berbeda dengan ragam politikus.
b.
Selain sosiolek, suatu bahasa memiliki ragam
geografis atau dialek yang berbeda antar suatu daerah dengan daerah lain. Bahasa
Arab dialek Arab Saudi berbeda dengan dialek Mesir, Syiria, Sudan, dan lainnya.
Bahasa Indonesia dialek Jawa Tengah berbeda dengan dialek JawaTimur. Bahkan di
masing-masing daerah yang lebih kecil pun sering terdapat sejumlah dialek yang
berbeda misalnya, dialek suroboyoan, dialek malangan, dialek bojonegoroan, dan
sebaginya.
c.
Bahasa memiliki ragam yang bertingkat, yaitu ragam
standar (al-fusha) dan ragam pasaran (al-’amiyah).
d.
Setiap individu berbahasa dengan ciri khas yang
berbeda dengan individu lainnya yang lazim disebut idiolek (lahjah fardiyah)
e.
Bahasa dapat digunakan secara lisan dan tulisan.
f.
Bahasa mempunyai tingkatan satuan bentuk
kebahasaan, mulai tingkatan atau tataran bunyi sebagai tataran terrendah sampai
tataran tertinggi, yaitu wacana.
Suparno (1995) dalam bukunya
Perihal Bahasa mengemukakan ada sepuluh karakteristik bahasa, yaitu:
a.
Oral
Bloomfiled (1979) dalam
Suparno (1995) mengemukakan bahwa bahasa pada hakikatnya adalah lisan (oral).
Karakter ini terlihat pada kenyataan bahwa semua manusia itu berbahasa secara
lisan, tetapi sebagian dari mereka tidak bisa menulis atau tidak mengenal
lambang tulis. Dengan ungkapan yang mudah, dikatakan bahwa kadang-kadang
ditemukan adanya warga masyarakat bahasa yang buta huruf.
Bahwa bahasa itu pada
dasarnya lisan (oral) tampak jelas pada pilihan kata yang digunakan Alquran
untuk mengacu pada bahasa. Izutsu (1997) mengemukakan bahwa Alquran mempunyai
konsep langue menurut pengertian teknis moderen. Konsep ini dalam
Alquran disebut sebagai lisan. Di dalam surah Ibrahim 14:4
misalnyadikemukakan bahwa setiap rasul diutus untuk menyampaikan seruannya
dengan menggunakan bahasa masyarakatnya (bilisani qawmihi).
وَمَا أَرْسَلْنَا مِن رَّسُولٍ إِلاَّ بِلِسَانِ
قَوْمِهِ لِيُبَيِّنَ لَهُمْ فَيُضِلُّ اللّهُ مَن يَشَاء وَيَهْدِي مَن يَشَاء
وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ {إبراهيم/4}
Pada ayat tersebut tampak
jelas bahwa Alquran menggunakan kata lisan sebagai suatu sistem verbal
yang dimiliki oleh suatu masyarakat untuk melakukan komunikasi antar anggota
masyarakat itu. Dengan bahasa atau sistem verbal yang dimiliki masyarakat
itulah seorang rasul diutus. Hal itu dimaksudkan agar pesan yang disampaikannya
dapat dipahami maknanya oleh masyarakat sasaran. Dengan demikian maksud penyampaian
missi dakwah dapat diterangkan lewat bahasa masyarakatnya, sehingga masyarakat
dapat memahami dengan bahasanya sendiri tentang missi dakwah rasul.
Pada surah Al-Syu’ara’ ayat
192-195 secara khusus dikemukakan bahwa Alquran diturunkan dalam bahasa Arab
yang jelas (bilisanin ’arabiyyin mubin), bahasa atau dialek Arab yang
digunakan oleh mayoritas masyarakat Arab pada waktu. Selanjutnya pada ayat
198-199 dikemukakan bahwa seandainya Alquran yang berbahasa Arab itu diturunkan
kepada masyarakat yang tidak berbahasa Arab (’ajam), maka masyarakat itu
tidak akan bisa mengimaninya karena mereka tidak bisa memahami isi pesan yang
terkandung di dalamnya.
وَإِنَّهُ لَتَنزِيلُ رَبِّ الْعَالَمِينَ {الشعراء/192} نَزَلَ بِهِ
الرُّوحُ الْأَمِينُ {الشعراء/193} عَلَى قَلْبِكَ
لِتَكُونَ مِنَ الْمُنذِرِينَ {الشعراء/194} بِلِسَانٍ عَرَبِيٍّ مُّبِينٍ {الشعراء/195} وَإِنَّهُ لَفِي
زُبُرِ الْأَوَّلِينَ {الشعراء/196} أَوَلَمْ يَكُن
لَّهُمْ آيَةً أَن يَعْلَمَهُ عُلَمَاء بَنِي إِسْرَائِيلَ {الشعراء/197} وَلَوْ
نَزَّلْنَاهُ عَلَى بَعْضِ الْأَعْجَمِينَ {الشعراء/198} فَقَرَأَهُ
عَلَيْهِم مَّا كَانُوا بِهِ مُؤْمِنِينَ {الشعراء/199}
Perlu ditegaskan, pada saat itu yang lebih banyak digunakan oleh
masyarakat Arab hanya bahasa lisan (oral), pada saat itu juga sistem baca tulis
dalam aksara belum begitu populer, hanya sebagian kecil masyarakat Arab yang
mengenal baca tulis seperti para sastrawan dan kepala suku terkemuka saja.
b.
Sistematis, sistemis, komplit
Sistematis, maksudnya setiap
bahasa mempunyaiaturfan-aturan khas. Bahasa itu bekerja sesuai aturannya
masing-masing. Sebagai contoh dalam bahasa Arab misalnya, bunyi ت /t/ dzalqy latsawy asnany muraqqaq (apiko dentalveolar
non-emfatik) tidak pernah mengikuti bunyi-bunyi ص /sh/, ض /dl/, ط /th/ ataupun ظ
/zh/ yang merupakan bunyi dzalqy latsawy asnany mufakhkham (apiko
dentalveolar emfatik). Dalam bahasa Arab juga tidak ditemukan kata اصتبر /ishtabara/ dan مصتفى /mustafa/, bunyi ت
/t/ yang non emfatik tersebut dijadikan emfatik sesuai dengan bunyi yang
mendahului sehingga yang ada adalah kata اصطبر /ishthabara/ dan مصطفى /mushthafa/.
Sistemik, maksudnya bahasa
itu merupakan sistem yang terdiri atas sejumlah susb-sistem bunyi, sub-sistem
kata, sub-sistem kalimat, dan sub sistem wacana. Komponen masing-masing
susb-sistem bahasa bekerja secara sinergi dan sesuai dengan fungsi
masing-masing. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa sistemasi dan sistemika
bahasa itu berjalin erat. Artinya, aturan-aturan bahasa itu ada pada semua
sub-sistem bahasa dan sebaliknya komponen-komponen bahasa atau dalam sub-sistem
bahasa itu saling menunjang sehingga terbentuk keberaturan bahasa.
Komplit, maksudnya bahasa
itu mempunyai semua perangkat yang diperlukan oleh masyarakat pemilik bahasa
itu dalam rangka komunikasi di antara mereka. Dengan kata lain dapat dikatakan
bahwa masyarakat Indonesia dapat mengatakan dan mengemukakan apa saja dengan bahasanya.
Demikian halnya masyarakat Arab dapat berkomunikasi tentang apa saja denan
bahasa Arabnya. Apabila dalam suatu bahasa tidak ditemukan suatu kata untuk
menyatakan sesuatu, maka dalam bahasa tersebut disediakan fasilitas untuk
meminjam kata atau ungkapan dari bahasa lain.
c.
Arbitrer dan simbolis
Arbitrer atau semena-mena,
artinya tidak terdapat hubungan yang rasional antara lambang verbal dan
acuannya. Sebagai contoh, benda cair agak kental berwarna kekuning-kuningan
yang dihasilkan lebah dari menghisap bunga dalam bahasa Arab disebut ’asal, dalam
bahasa Indonesia disebut madu, dan dalam bahasa Inggris disebut honey.
Kata-kata dalam setiap bahasa merupakan lambang-lambang benda nyata,
abstrak, gagasan, dan sebagainya. Dengan sifat simbolis yang dimiliki bahasa,
manusia dapat mengabstraksikan berbagai pengalaman dan pikiran atau bebicara
tentang berbagai hal termasuk hal-hal yang belum pernah kita alami sekali pun.
Bukti kearbitreran ini dapat
juga dilihat dari banyaknya sebuah konsep yang dilambangkan dengan beberapa
lambang bunyi yang berbeda. Misalnya, dalam bahasa Indonesia untuk konsep
besarnya tubuh yang lebih kecil dari ukuran normal disebut kurus, langsing,
rampng, kerempeng.
d.
Konvensional
Meskipun lambang-lambang
bahasa itu bersifat arbitrer, tetapi juga bersifat konvensiaonal. Maksudnya
hubungan antara lambang dan acuan beserta aturan yang ada dalam bahasa
merupakan kesepakatan masyarakat pengguna bahasa. Kesepakatan yang dimaksudkan
bukanlah kesepakatan formal sebagai hasil dari suatu konferensi atau muktamar
yang melibatkan semua atau sekian banyak anggota masyarakat. Kesepakatan yang
dimaksudkan pada dasarnya merupakan kebiasaan yang berlangsung turun temurun
sejak nenek moyang. Meskipun demikian, kesepkatan tersebut bersifat sangat
mengikat dan harus diikuti oleh semua pemakai bahasa. Jika seseorang tidak
mematuhi dan menyimpang dari kesepakatan bersama tersebut maka bahasa yang
dituturkannya tidak akan dipahami atau paling tidak akan dipahami secara
menyimpang oleh orang lain dalam masyarakat yang sama.
e.
Unik dan universal
Unik, artinya setiap bahasa
memiliki ciri khas yang berbeda dari bahasa yang lain. Kekhasan itu terdapat
pada berbagai sub-sistem bahasa. Dalam susb-sistem bunyi, bahasa arab banyak dibedakan
dengan bunyi-bunyi (ح – خ – ع – هـ ـ), (ت – د - ط),
(ث – س - ش - ص) dan lain-lain yang tidak ada dalam bahasa Indonesia.
Sebaliknya, dalam bahasa Indonesia terdapat sejumlah bunyi yang tidak terdapat
pada bahasa Arab, misalnya (p – c – e – g).
Pada tataran morfologi, bahasa
Arab mempunyai kekhasan berupa cara pembentukan kata melalui perubahan internal
sedangkan dalam bahasa Indonesia melalui afiksasi. Misalnya dalam bahasa Arab (كتب – يكتب – كتابة – كاتب –
كتاب - مكتوب – اكتب), dalam bahasa Indonesia (datang,
datangkan, kedatangan, mendatangi, berdatangan, mendatangkan),
kata dasar tidak mengalami perubahan bentuk. Kekhasan lain bahasa Arab misalnya
berupa i’rab sebagai ciri khas dalam sub sistem gramatika atau
sintaksis.
Adapun ciri universal
artinya adalah bahwa setiap bahasa itu memiliki ciri-ciri yang universal yang
berlaku pada semua bahasa. Semua bahasa mempunyai bunyi. Semua bahasa
mengandung sejumlah tataran, dan lain-lain.
f.
Beragam
Beragam, artinya bahasa itu
berwujud dalam bentuk yang bervariasi. Keberagaman bahasa itu bisa berupa
dialek, sosiolek, kronolek, bahkan juga idiolek. Wujud bahasa yang disebut
dialek merupakan kategori ragama bahasa berdasarkan geografis. Ragam bahasa
berdasrkan sosial pemakai disebut sosiolek, ragam bahasa berdasarkan penutur
oleh kelompok sosial pada masa tertentu disebut kronolek. Adapaun idiolek
merupakan wujud bahasa dari masing-masing individu.
Kridalaksana dalam Suparno
(1995) mengemukakan bahwa setiap manusia mempunyai kepribadian yang
berbeda-beda. Perbedaan kepribadian itu menampak pada perilaku berbahasanya.
Keberagaman bahasa dapat
dilihat berdasarkan tingkat keformalan pemakainaya. Menurut Joss dalam
Kartomiharjo (1988) berdasarkan keformalan pemakainya, ragam bahasa dapat
dikelompokkan menjadi lima macam, yaitu (1) ragam beku (frozen), (2)
ragam resmi (formal), (3) ragam konsultatif, (4) ragam santai (casual),
dan (5) ragam akrab (intimate).
Ragam beku merupakan ragam bahasa yang paling
formal. Dalam bahasa Arab, ragam beku dapat dijumpai pada kegiatan khotbah,
shalat, doa, pengambilan sumpah, akte notaris, dan lain-lain. Mengapa disebut
ragam beku? Abdul Chaer dan Leonie Agustina (1995) memberika jawaban, karena
pola dan kaedahnya sudah ditetapkan secara mantap, tidak boleh diubah.
Ragam resmi merupakan ragam bahasa yang digunakan
pada situasi resmi dan dinas. Ragam yang digunakan dalam pidato kenegaraan,
rapat dinas, surat menyurat, diskusi, belajar-mengajar, ceramah keagamaan, dan
sejenisnya yang pada umumnya berupa dalam situasi formal.
Ragam konsultatif merupakan ragam bahasa yang derajat
keformalannya lebih rendah dari pada raga resmi. Dalam transaksi jual beli
seseorang biasanya menggunakan ragam konsultatif ketika menawar harga atau
menawarkan barang, pada saat konsultasi antara seorang pasien dengan dokter,
atau antara seorang kiyai dengan murid bimbingannya dan sebagainya.
Ragam santai, digunakan dalam suasana santai antar
penutur yang sudah akrab. Dua orang
mahasiswa yang sedang ngobrol biasanya menggunakan ragam bahasa santai.
Demikian halnya sapaan antar mereka. Akan tetapi jika tiba-tiba mereka
dihampiri oleh ketua jurusan, mereka cenderung beralih ke ragam yang lebih
tinggi tingkat keformalannya.
Ragam intim, merupakan ragam yang digunakan dalam
situasi yang snagat akrab, mislanya pembicaraan antar anggota keluarga, antara
kakak dan adik, dan lebih-lebih antara suami dengan isterinya.
g.
Berkembang
Bahasa yang masih digunakan
oleh manusia untuk berkomunikasi mempunyai sifat selalu berkembang. Sub-sistem
bahasa yang paling terbuka untuk berkembang adalah khazanah kata. Sifat
berkembang inipun ada pada bahasa Arab. Sebagai contoh dalam bahasa Arab
terdapat sejumah kata yang merupakan hasil penyerapan dari bahasa lain,
mislanya tilfiziyun, tilipun, balastik. Kata-kata seperti البريد الإلكتروني (barid iliktruny), الإنترنت (al-intarnit), أوتوماتكي(utumatiky), dan
lain-lain juga merupakan kata-kata yang barumuncul seiring dengan era teknologi
komputer.
Perkembangan bahasa sebagaimana dikemukakan dapat terjadi pada semua
sub-sistem bahasa, termasuk dalam sub-sistem makna. Dalam sub-sistem makna dapat ditemukan sejumlah
kata yang mempunyai makna baru. Misalnya kata رقمي (digital), استثمار عقاري (investasi
real estate), dan lain-lain.
h.
Produktif-Kreatif
Produktif dan kreatif
maksudnya produksi suatu bahasa itu sangat melimpah. Dengan fasilitas yang
terbatas dapat dihasilkan kalimat yang tidak terbatas. Dengan jumlah bunyi yang
sangat kecil dapat dihasilkan ribuan jumlah kata. Demikian halnya dari jumlah
jenis kalimat yang terbatas dihasilkan kalimat yang tidak terbatas pula.
Selain produktif, bahasa
juga bersifat kreatif. Maksudnya bahasa yang dihasilkan manusia selalu baru.
Hampir tidak pernah seseorang memproduksi bahasa atau tuturan yang persis sama
dengan tuturan yang pernah diproduksi sebelumnya.
i.
Fenomena sosial
Bahasa pada dasarnya
merupakan fenomena sosial. Artinya bahasa itu merupakan konvensi suatu
masyarakat pemilik atau pengguna bahasa itu. Seseorang menggunakan suatu bahasa
sesuai dengan norma-norma yang disepakati atau ditetapkan untukbahasa itu.
j.
Insani (manusiawi)
Bahasa bersifat manusiawi
maksudnya bahasa itu merupakan produk manusia. Memang hanya manusialah yang
mempunyai kemampuan untuk berbahasa. Dengan kemampuan berbahasa yang
dimilikinya, manusia dapat berkembang sedemikian rupa melebihi makhluk lainnya.
Selain itu hanya manusialah yang bisa mempelajari bahasa dan mengajarkannya.
1.4.4 Fungsi Bahasa
Dalam definisi atau
pengertian tentang bahasa yang telah dikemukakan terdahulu dapat diketahui
bahwa bahasa merupakan alat komunikasi. Untuk keperluan apapun dan dalam
kegiatan apapun bahasa digunakan oleh seseorang atau suatu masyarakat, maka untuk keperluan tersebut dan dalam
kegiatan tersebut bahasa digunakan sebagai alat komunikasi. Fungsi bahasa
sebagai alat komunikasi tersebut merupakan fungsi umum bahasa.
Hasanain (1984) mengemukakan
adanya dua fungsi bahasa, yaitu (a) sebagai alat komunikasi, dan (b) sebagai alat
untuk menyatakan kebudayaan dan peradaban. Dengan munculnya agama Islam
misalnya, bahasa Arab dapat mengungkapkan atau menyatakan kebudayaan dan peradaban
Islam. Mulai masa itu, dalam bahasa Arab muncul istilah-istilah baru sebagai
cerminan dari kebudayaan Islam, misalnya kata zakat, shaum, raka’at,
tahiyyat, ruku’, sujud, mabit, wuquf, dan sebagainya.
Selain fungsi umum tersebut,
bahasa mempunyai sejumlah fungsi khusus. Halliday (1970) dalam Azies dan
Alwasilah (1996) menawarkan penjabaran penggunaan bahasa secara fungsional.
Menurutnya ada sejumlah tujuan fungsi khusus bahasa yang tampak pada penggunaan
bahasa sebagai alat komunikasi.
w
Fungsi instrumental: menggunakan bahasa untuk
memperoleh sesuatu.
w
Fungsi regulalator: menggunakan bahasa untuk
mengontrol perilaku orang lain.
w
Fungsi personal: yaitufungsi bahasa yang tampak
pada penggunaan bahasa untuk mengungkapkan persaan dan ide.
w
Fungsi interaksional: fungsi bahasa yang melekat
ketika digunakan untuk menciptakan interaksi dengan orang lain.
w
Fungsi heuristik: menggunakan bahasa untuk belajar
dan menemukan makna.
w
Fungsi imajinatif: menggunakan bahasa untuk
menciptakan dunia imajinasi.
w
Fungsi representasional: menggunakan bahasa untuk
menyampaikan informasi.
Agak berbeda dengan
Halliday, Finochiaro dalam Suparno (1995) mengemukakan lima fungsi khusus dalam
bahasa.
w
Fungsi personal, yaitu fungsi bahasa untuk
menyatakan diri.
w
Fungsi interpersonal, merupakan fungsi bahasa
untuk menjalin dan membangun hubungan dengan orang lain.
w
Fungsi direktif, yaitu fungsi bahasa untuk
mengatur orang lain.
w
Fungsi referensial, adalah fungsi bahasa untuk
menyatakan suatu acuan - konkrit ataupun abstrak – dengan menggunakan lambang
bahasa.
w
Fungsi imajinatif, merupakan fungsi bahasa untuk
menciptakan sesuatu dengan imajinasi.
Dari penjelasan tentang
setiap fungsi yang baru dikemukakan dapat diketahui adanya persamaan antara
fungsi bahasa yang dikemukakan oleh keduanya. Keduanya menyatakan adanya fungsi
personal dan fungsi imajinatif. Selain itu tampak adanya kesepadanan antara
fungsi interaksional dan fungsi interpersonal, fungsi direktif dan fungsi
regulator, fungsi representasional dan fungsi referensial.
Fungsi-fungsi bahasa tersebut
lebih lanjut oleh Halliday dikelompokkan menjadi tiga, yaitu (1) fungsi
interpersonal: untuk membentuk, mempertahankan, dan memperjelas hubungan di
antara anggota masyarakat, (2) fungsi
ideasional: untuk menyampaikan informasi di antara anggota masyarakat, dan (3)
fungsi tekstual: untuk menyediakan kerangka, pengorganisasian diskursus yang
relevan dengan situasi.
1.4.5 Komunikasi-bahasa dan Linguistik
Bahasa sebagai alat komunikasi, Abdul
Chaer & Leonie Agustina (1995) mengatakan bahasa itu terdiri dari dua
aspek, yaitu aspek linguistik dan aspek non-linguistik atau paralingusitik.
Kedua aspek ini ”bekerja sama” dalam membangun komunikasi-bahasa itu. Aspek
linguistik mencakup tataran fonologi, morfologi, dan sintaksis. Ketiga tataran
ini mendukung terbentuknya yang akan disampaikan, yaitu semantik (yang
di dalamnya terdapat makna, gagasan, ide, atau konsep). Aspek paralinguistik
mencakup (1) kualitas ujaran, yaitu pola ujaran seseorang, seperti falseto (suara
tinggi), staccato (suara terputus-putus), dan sebagainya; (2) unsur
supra-segmental, yaitu tekanan (stres), nada (pitch), dan
intonasi (intonation); (3) jarak dan gerak-gerik tubuh, seperti gerakan
tangan, anggukan kepala, kerdipan mata, dan sebagainya; (4) rabaan, yakni yang
berkenaan dengan indera perasa (pada kulit), seperti belaian, jabatan tangan,
dan sebaginya.
Aspek
linguistik dan paralinguistik terebut berfungsi sebagai alat komunikasi,
bersama-sama dengan konteks situasi membentuk atau membangun situasi
tertentu dalam proses komunikasi. Hubungan alat-alat komunikasi dengan konteks
situasi itu dapat digambarkan sebagai bagan berikut yang telah diadaptasi.
Komunikasi-bahasa atau
komunikasi yang menggunakan bahasa sebagi alatnya mempunyai beberapa kelebihan
dibandingkan dengan jenis komunikasi lainnya. Komunikasi dengan gerak isyarat
tangan yang berlaku untuk orang bisu atau tuli, dan komunikasi membaca gerak
bibir sudah tidak dapat digunakan lagi bila dalam keadaan gelap atau tidak ada
cahaya, karena kedua jenis komunikasi itu sangat mengandalkan penglihatan mata
untuk menangkap dan memahami bahasa gerak tangan dan bahasa bibir itu.
Sedangkan komunikasi-bahasa masih dapat digunakan meski dalam keadaan gelap.
Malah dengan bantuan alat-alat modern seperti telepon, dewasa ini telah dapat
menembus ruang dan waktu.
Oleh sebab itu, hakikat
bahasa yang merupakan sistem lambang bunyi oral (parole) inilah yang
menjadi objek kajian linguistik. Adapun bahasa yang non-oral pada hakikatnya
bukanlah bahasa dan bukan menjadi objek kajian linguistik. Pembahasan tentang
apa sesunguhnya linguistik akan diuraikan pada perkuliahan akan datang yang
bertajuk Memahami Linguistik.
1.4.6
Teori asal-usul Bahasa
Pada pembahasan terakhir ini, kami ingin
melengkapi secara singkat satu pembahasan tentang teori asal-usul bahasa,
sekalipun sangat spekulatif tetapi sangat berguna untuk menambah wawasan
kebahasaan kita.
Teori
tentang asal-usul bahasa telah lama menjadi obyek kajian para ahli, mulai dari
kalangan filsuf, teolog, antropolog, sampai psikolog, sehingga lahirlah
susb-sub ilmu dan filsafat bahasa, seperti fonologi, semantik, psikolinguistik,
sosiolinguistik, antropolinguistik, neurolinguistik, sastra, semiotika, dan
lain-lain. Karena sifat ilmu pengetahuan yang selalu berkembang dan berkaitan
antara satu disiplin ilmu dengan disiplin ilmu yang lain, maka cabang-cabang
ilmu tersebut saling menopang, sehingga sering terjadi wilayah kajiannya
tumpang tindih (overlap).
Paling
tidak ada tiga teori menurut Komaruddin Hidayat (1996) mengenai hal ini, yaitu:
(1) aliran teologis, (2) aliran naturalis, dan (3) aliran konvensionalis. Akan
tetapi menurut Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd (2004), ada menambah satu aliran
lagi yaitu; aliran dari kalangan psikologis, sebagai konvergensi antara aliran
naturalisme dan konvensionalisme. Jadi, ada empat aliran, keempat aliran
tersebut akan diuraikan secara singkat sebagai berikut.
- Aliran teologis, dalam literatur berbahasa Arab disebut dengan (nazhariyah al-tawqif atau al-ilham), pendukung aliran teologis mengatakan, manusia bisa berbahasa karena anugrah Tuhan dan pada mulanya Tuhan yang mengajarkannya pada nabi Adam, neneng moyang seluruh manusia. Pendapat ini biasanya didasarkan pada cerita Bibel maupun ayat Alquran mengenai kehidupan nabi Adam di surga dan dialognya dengan Tuhan. Dalam Alquran juga disebutkan pada surah Al-Baqarah ayat 31: ”Dia (Allah) telah mengajari Adam tentang nama-nama di seklilingnya.”
{ وَعَلَّمَ
آدَمَ الأَسْمَاء كُلَّهَا}
Jika ditanyakan lebih lanjut, bahasa apakah
yang diajarkan Tuhan pada Adam? Di sini jawaban yang sangat spekulatif mulai
muncul.
Teori ini telah ada sejak berabad-bad
silam dan dipelopori oleh seorang tokoh filsuf Heraclitus (w: 450 SM), dan
tokoh linguis Prancis yang bernama Lame (w:1711 M) juga cenderung kepada teori
ini. Bahkan dari kalangan linguis muslim pun seperti Ibnu Faris (w:395 H) juga
mendukung teori ini dengan meyakini argumentasi ayat Alquran seperti dikutip di
atas.
- Aliran naturalis, dalam literatur berbahasa Arab disebut dengan (nazhariayah al-muhakah wa al-taqlid ), teori ini beranggapan bahwa kemampuan manusia berbahasa merupakan bawaan alam, sebagaimana kemampuan untuk melihat, mendengar maupun berjalan, teori ini juga berasumsi bahwa bahasa itu muncul mengikuti dari bunyi-bunyi alam, seperti suara yang didengar dari hewan, pohon, petir, angina, percikan air, dan sebagainya.
Teori naturalis ini diperkenalkan oleh
Max Muller (w:1900 M) seorang tokoh linguis Jerman yang sangat terkenal,
kemudian populer dengan sebutan ding-dong theory, yang berpandangan
bahwa pada awalnya bahasa muncul secara alamiah, muncul secara spontan ketika
manusia berinteraksi dengan lingkungannya. Dikatakan teori ding-dong karena getaran suara yang ditangkap oleh indra
telinga bagaikan pukulan pada bel sehingga melahirkan bunyi yang kemudian
diteruskan oleh mulut.
- Aliran konvensionalis, dalam literatur berbahasa Arab disebut dengan (nazhariayah al-muwadla’ah atau al-ishthilah), teori ini dipelopori oleh Democretus (w:500 SM), teori ini berpandangan lain lagi. Yaitu, bahasa pada awalnya muncul sebagai produk sosial. Ia merupakan hasil konvensi yang disepakati dan kemudian dilestarikan oleh masyarakatnya. Salah satu bentuk konvensi yang terkenal adalah yo-he-ho theory. Pandangan ini mendasarkan pada argumen dan pengamatan empiris bahwa bahasa konvensi muncul dari suatu peristiwa sosial ketika masyarakat primitif melakukan kerja gotong royong. Misalnya, ketika beramai-ramai menarik pohon besar atau bersiap melawan serangan musuh. Pada saat itulah maka muncul ungkapan bahasa yang ekspresif dan berfungsinya langkah. Dari konvensi yang sederhana itu kemudian berkembang melahirkan konvensi ungkapan-ungkapan lain yang makna dan fungsinya disepekati oleh sekelompok masyarakat yang melahirkan dan setia melestarikannya.
Karena bahasa adalah hasil konvensi, menurut teori ini, maka setiap
masyarakat atau bangsa memiliki bahasa tersendiri dan bahkan bisa menciptakan
bahasa yang baru.
- Aliran psikologis atau teori insting, dalam literatur berbahasa Arab disebut dengan (nazhariayah al-gharizah al-kalamiah), teori ini sebenarnya adalah konvergensi antara teori naturalisme dan konvensionalisme. Yaitu bahwa kemampuan berbahasa pada mulanya merupakan potensi dari Tuhan dan perilaku alami, namun kemampuan itu baru berkembang pesat dan menjadi lebih aktual setelah melalui proses kultural. Dikatakan alami karena pada mulanya bahasa muncul dari sikap meniru secara natural terhadap bunyi-bunyian alam yang ada disekitarnya, seperti suara burung, angin, hujan, ombak dan lain sebaginya. Tetapi karena manusia memiliki instink daya cipta yang bersifat kreatif-inovatif maka akhirnya manusia mengembangkan nada dan bunyi suara yang memiliki sistem makna yang jauh melampaui kemampuan hewan dan bunyi alam lainnya. Bahkan manusia berhasil menciptakan bahasa isyarat dengan menggunakan anggota badannya, sejak dari mata, tangan, kepala sampai kaki, meskipun yang paling banyak digunakan adalah tangannya.
Teori ini dianggap teori yang banyak dianut dan mutakhir. Di antara
pendukung teori adalah seorang tokoh linguis Prancis yang bernama Renan (w:1890
M). Konon, Max Muller (w:1900 M) akhirnya mendukung teori ini juga.
Dari keempat teori tersebut,
meskipun masing-masing memiliki argumen yang logis, namun semuanya masih tetap
spekulatif dan terbuka bagi munculnya kritik dan teori-teori baru. Untuk
melihat beberapa kritik yang dilontarkan para ahli linguis lainnya, silakan
lihat buku saya Muhadlarat fi Fiqh al-Lughah (nazhariyyah wa tahliliyyah), terutama
pada halaman 20-26.
1.5 Rangkuman
1.
Salah satu pembeda utama antara manusia dan hewan
adalah kemampuan berbahasa yang dimiliki manusia, sehingga manusia dapat
mengkomunikasikan pikirannya untuk ilmu pengetahuan dan peradabannya.
2.
Bahasa adalah alat yang sistematis untuk
menyampaikan gagasan atau perasaan dengan memakai tanda-tanda, bunyi-bunyi,
gestur, atau tanda-tanda yang disepakati yang mengandung makna yang dapat
dipahami.
3.
Karakteristik yang paling mendasar dari bahasa itu
pada hakikatnya adalah lisan (oral).
4.
Fungsi utama dari bahasa adalah untuk komunikasi.
Selain itu fungsi-fungsi lain dari bahasa dikelompokkan menjadi tiga, yaitu (1)
fungsi interpersonal: untuk membentuk, mempertahankan, dan memperjelas hubungan
di antara anggota masyarakat, (2) fungsi
ideasional: untuk menyampaikan informasi di antara anggota masyarakat, dan (3)
fungsi tekstual: untuk menyediakan kerangka, pengorganisasian diskursus yang
relevan dengan situasi.
5.
Karena bahasa itu bersifat (oral) sehingga
lingusitik modern menjadikannya sebagai objek kajian linguistik.
6.
Ada empat teori atau aliran yang terkenal
berkenaan asal-usul bahasa, (a) aliran teologis, berpendapat bahwa bahasa itu
adalah dari Tuhan, (b) aliran naturalis, berpendapat bahwa kemampuan manusia
berbahasa merupakan bawaan alam, (c) aliran konvensionalis, berpendapat bahasa
itu hasil konvensi yang disepakati dan kemudian dilestarikan oleh
masyarakatnya, bahasa itu hasil rekayasa karya dan karsa manusia, (d) Aliran
psikologis atau teori insting, teori ini sebenarnya adalah konvergensi antara
teori naturalisme dan konvensionalisme. Yaitu bahwa kemampuan berbahasa pada
mulanya merupakan potensi dari Tuhan dan perilaku alami, namun kemampuan itu
baru berkembang pesat dan menjadi lebih aktual setelah melalui proses kultural.
1.7 Tugas dan Latihan
1. Jelaskan tentang
pengertian bahasa?
2. Jelaskan tentang
hakikat bahasa yang merupakan :
·
Bahasa merupakan sistem
·
Bahasa itu arbitrer
·
Bahasa bersifat oral
·
Bahasa itu berkembang
3. Jelaskan beberapa
karakteristik bahasa menurut Al-Khuly dan Suparno?
4. Jelaskan apa yang
dimaksud dengan fungsi bahasa menurut Halliday dan Finochiaro?
5. Apa kaitannya antara komunikasi-bahasa
linguistik?
6. Jelaskan secara
singkat tentang aliran teori asal-usul
bahasa berikut:
·
Aliran teologis
·
Aliran naturalis
·
Aliran konvensionalis
·
Aliran psikologis atau teori insting
Saya suka tulisan ini, Terima kasih :)
BalasHapus