Selasa, 11 Februari 2014

Peradaban Islam di Asia Tenggara


PERADABAN ISLAM DI ASIA TENGGARA
Oleh: Akhmad Dairoby Al-Banjary

BAB  I
PENDAHULUAN



A.  Latar Belakang
Di Asia Tenggara, Islam merupakan kekuatan sosial yang patut diperhitungkan, karena hampir seluruh negara yang ada di Asia Tenggara penduduknya, baik mayoritas ataupun minoritas memeluk agama Islam. Misalnya, Islam menjadi agama resmi Negara federasi Malaysia, Kerajaan Brunei Darussalam, negara Indonesia  penduduknya mayoritas atau sekitar 90% beragama Islam), Burma (sebagian kecil penduduknya beragama Islam), Republik Filipina, Kerajaan Muangthai, Kampuchea, dan Republik Singapura (Muzani, 1991: 23). Dari segi jumlah, hampir terdapat 300 juta orang di seluruh Asia Tenggara yang mengaku sebagai Muslim.
Berdasar kenyataan ini, Asia Tenggara merupakan satu-satunya wilayah Islam yang terbentang dari Afrika Barat Daya hingga Asia Selatan, yang mempunyai penduduk Muslim terbesar. Asia Tenggara dianggap sebagai wilayah yang paling banyak pemeluk agama lslamnya. Termasuk wilayah ini adalah pulau-pulau yang terletak di sebelah timur lndia sampai lautan Cina dan mencakup lndonesia, Malaysia dan Filipina.

B.  Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka dapat diajukankan beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1.    Apa pengertian peradaban secara etimologi dan terminologi?
2.    Bagaimana proses masuknya Islam di Asia Tenggara?
3.    Dari mana Islam masuk ke Asia Tenggara?
4.    Bagaimana tahap-tahap kronologis Islam masuk di Asia tenggara?
5.    Mengapa Peradaban Islam di Asia Tenggara cepat diterima dan dengan cara damai tanpa pertumpahan darah?


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Peradaban
Kata peradaban (Indonesia) sering kali absurd dengan kata kebudayaan. Dalam bahasa Inggris peradaban digunakan istilah civilization, sedangkan kebudayaan digunakan istilah culture. A.A.A. Fyze (dalam Dudung Abdurrahman, 2004) menjelaskan bahwa civilization berasal dari kata Civies atau civil, yang mempunyai arti menjadi kewarganegaraan yang maju. Sehingga dalam hal ini peradaban mempunyai dua makna yaitu: (1) proses menjadi beradab (2) suatu bentuk masyarakat yang sudah maju yang ditandai dengan gejala kemajuan di bidang sosial-politik, seni-budaya dan teknologi.[1] Adapun kebudayaan lebih bersifat sosiologis dan antropologis.[2] A. Hasjmy mendefinisikan kebudayaan sebagai bentuk manifestasi akal dan rasa manusia.[3]
Demikian pula dalam bahasa Arab dibedakan antara kata tsaqofah (kebudayaan), tamaddun (peradaban), dan hadlorah (kemajuan). Abdullah ’Ulwan memberi pengertian hadlarah sebagai berikut:
الحضارة هي إنتاج الإنسان المدني الاجتماعي بخصائصه الفكرية والروحية والوجدانية والسلوكية تحقيقا لأهداف أمته، وما ارتضته هذه الأمة لنفسها من قيم ومثل ومبادئ. [4]
Definisi ini mengandung dua pengertian yaitu: (1) bahwa al-hadlarah merupakan jalan hidup yang dengannya umat manusia merasa nyaman dalam segala aspek kehidupan baik jiwa, sosial-politik, ekonomi dan materi dengan berdasar pada nilai-nilai yang kongkrit. (2) bahwa peradaban mempunyai aspek-aspek yang jelas yaitu; fenomena kemajuan secara material dan fenomena keagungan nilai-nilai.
B. Teori Masuknya Islam ke Asia Tenggara dan Indonesia
1.   Teori kedatangan Islam ke Asia Tenggara dari Arab.
Dikemukakan oleh John Crawford.[5]  Menurutnya Islam datang dari Arab melalui pedagang.  Buktinya catatan China mengatakan orang Arab dan Persia telah mempunyai pusat perniagaan di Canton sejak tahun 300 M. Pedagang Arab yang ke China singgah di pelabuhan Asia Tenggara tepatnya di Selat Malaka karena posisinya yang strategis, dalam jalur perdagangan.
Adapun beberapa bukti dari teori ini yaitu :
·         Kampung  Arab di Sumatera Utara yaitu di Ta Shih.
·         Persamaan penulisan dan kesusasteraan Asia Tenggara dan Arab.
·         Budaya dan musik pengaruh dari Arab seperti dabus dan tarian Zapin.
·         Karya-karya yang  menceritakan pengislaman raja tempatan oleh syeikh dari Tanah Arab contohnya hikayat Raja-raja samudra Pasai mengatakan Raja Malik diislamkan oleh ahli sufi dari Arab yaitu Syeikh Ismail.[6]
2.   Teori kedatangan Islam ke Asia Tenggara dari Cina.
Dikemukakan oleh E.G Eredia dan S.Q. Fatimi. Menurut Eredia, Canton pernah menjadi pusat Perdagangan bagi para pedagang Arab hingga pedagang Cina memeluk Islam. Pedagang China Islam ini kemudiannya berdagang di Asia tenggara disamping menyebarkan Islam. Sedangkan menurut Fatimi, pedagang Cina Canton pernah berpindah beramai-ramai ke Asia Tenggara.[7]
Adapun Bukti kedatangan Islam dari China ini yaitu :
·         Pada Batu Bersurat Terengganu, batu nisan yang mempunyai ayat al-Quran di Pekan, Pahang.
·         Wujud persamaan antara seni Bangunan Cina dengan seni Bangunan masjid di Kelantan, Melaka dan Jawa  yaitu seperti bumbung pagoda, ciri khas atap genteng dari China.
3.   Teori kedatangan Islam ke Asia Tenggara dari India/Gujarat.
Dikemukakan oleh S. Hurgronje, Menurutnya Islam datang dari Gujarat/India dan pantai Koromandel (Malabar) di semenanjung India. Hubungan dagang Asia Tenggara dengan India telah terwujud sejak lama, hal ini memberikan peluang bagi pedagang Islam India untuk  menyebarkan Islam.[8]
Adapun beberapa bukti dari teori ini yaitu :
·         Terdapat batu marmar pada batu nisan mempunyai cirri buatan India,  contohnya di batu nisan Raja Malik Pasai.
·         Unsur budaya India amat banyak kita jumpai di negara-negara Asia Tenggara.
C.  Tahap-tahap Perkembangan Islam di Asia Tenggara
1.     Kehadiran para pedagang Muslim (7 - 12 M)
Fase ini diyakini sebagai fase permulaan dari proses sosialisasi Islam di kawasan Asia Tenggara, yang dimulai dengan kontak sosial budaya antara pendatang Muslim dengan penduduk setempat.
Pada fase pertama ini, tidak ditemukan data mengenai masuknya penduduk asli ke dalam Islam. Bukti yang cukup jelas mengenai hal ini baru diperoleh jauh kemudian, yakni pada permulaan abad ke-13 M/7 H. Sangat mungkin dalam kurun abad ke 1 sampai 4 H terdapat hubungan perkawinan antara pedagang Muslim dengan penduduk setempat, hingga menjadikan mereka beralih menjadi Muslim. Tetapi  ini baru pada tahap dugaan.
2.     Terbentuknya Kerajaan Islam (13-16M)
Pada fase kedua ini, Islam semakin tersosialisasi dalam masyarakat Nusantara dengan mulai terbentuknya pusat kekuasaan Islam. Pada akhir abad ke-13 kerajaan Samudera Pasai  sebagai kerajaan Islam pertama di Indonesia merebut jalur perdagangan di Selat Malaka yang sebelumnya dikuasai oleh kerajaan Sriwijaya. Hal ini terus berlanjut hingga pada permulaan abad ke-14 berdiri kerajaan Malaka di Semenanjung Malaysia.
Sultan Mansyur Syah (w. 1477 M) adalah sultan keenam Kerajaan Malaka yang membuat Islam sangat berkembang di Pesisir timur Sumatera dan Semenanjung Malaka. Di bagian lain, di Jawa saat itu sudah memperlihatkan bukti kuatnya peranan kelompok Masyarakat Muslim, terutama di pesisir utara. 
3.     Pelembagaan Islam (17-19M)
Pada fase ini sosialisasi Islam semakin tak terbendung lagi masuk ke pusat-pusat kekuasaan, merembes terus sampai hampir ke seluruh wilayah. Hal ini tidak bisa dilepaskan dari peranan para penyebar dan pengajar Islam. Mereka menduduki berbagai jabatan dalam struktur birokrasi kerajaan, dan banyak diantara mereka menikah dengan penduduk pribumi. Dengan kata lain, Islam dikukuhkan di pusat-pusat kekuasaan di Nusantara melalui jalur perdagangan, perkawinan dengan elit birokrasi dan ekonomi, di samping dengan sosialisasi langsung pada masyarakat bawah. Pengaruh islamisasi yang pada awalnya hanya berpusat di satu tempat telah jauh meluas ke  wilayah-wilayah lain di Asia Tenggara.[9]
Islam Begitu cepat berkembang dan dapat diterima dengan baik di masyarakat karena dalam penyebaran dan perkembangannya dengan jalan damai. tidak pernah ada ekspedisi militer ataupun kekerasan untuk islamisasi ini.
D. Proses Masuknya Islam di Asia Tenggara
Mengenai kedatangan Islam di negara-negara yang ada di Asia Tenggara hampir semuanya didahului oleh interaksi antara masyarakat di wilayah kepulauan dengan para pedagang Arab, India, Bengal, Cina, Gujarat, Iran, Yaman dan Arabia Selatan.[10] Pada abad ke-5 sebelum Masehi Kepulauan Melayu telah menjadi tempat persinggahan para pedagang yang berlayar ke Cina dan mereka telah menjalin hubungan dengan masyarakat sekitar Pesisir. Kondisi semacam inilah yang dimanfaatkan para pedagang Muslim yang singgah untuk menyebarkan Islam pada warga sekitar pesisir.
Menurut Uka Tjandra Sasmita, prorses masukya Islam ke Asia Tenggara yang berkembang ada enam saluran,[11] yaitu:
1.   Saluran Perdagangan
Pada taraf permulaan, proses masuknya Islam adalah melalui perdagangan. Kesibukan lalu-lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 membuat pedagang-pedagang Muslim (Arab, Persia dan India) turut ambil bagian dalam perdagangan dari negeri-negeri bagian Barat, Tenggara dan Timur Benua Asia.
2.   Saluran Perkawinan
Dari sudut ekonomi, para pedagang Muslim memiliki status sosial yang lebih baik daripada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi terutama puteri-puteri bangsawan, tertarik untuk menjadi isteri saudagar-saudagar itu. Sebelum dikawin mereka diislamkan terlebih dahulu. Setelah mereka mempunyai keturunan, lingkungan mereka makin luas, akhirnya timbul kampung-kampung, daerah-daerah dan kerajaan Muslim.
3.   Saluran Tasawuf
Pengajar-pengajar tasawuf atau para sufi mengajarkan teosofi yang bercampur dengana ajaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Mereka mahir dalam soal magis dan mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhkan. Di antara mereka juga ada yang mengawini puteri-puteri bangsawan setempat. Dengan tasawuf, “bentuk” Islam yang diajarkan kepada penduduk pribumi mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya menganut agama Hindu, sehingga agama baru itu mudah dimengerti dan diterima. Di antara ahli-ahli tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan alam pikiran Indonesia pra-Islam itu adalah Hamzah Fansuri di Aceh,[12] Syekh Lemah Abang, dan Sunan Panggung di Jawa. Ajaran mistik seperti ini masih dikembangkan di abad ke-19 M bahkan di abad ke-20 M ini.
4.   Saluran Pendidikan
Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren maupun pondok yang diselenggarakan oleh guru-guru agama, kiai-kiai dan ulama. Di pesantren atau pondok itu, calon ulama, guru agama dan kiai mendapat pendidikan agama.
5.   Saluran Kesenian
Saluran Islamisasi melaui kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukan wayang.[13] Dikatakan, Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi ia meminta para penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat.
6.   Saluran politik
Di Maluku dan Sulawesi selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya memeluk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di daerah ini. Di samping itu, baik di Sumatera dan Jawa maupun di Indonesia Bagian Timur, demi kepentingan politik, kerajaan-kerajaan Islam memerangi kerajaan-kerajaan non Islam. Kemenangan kerajaan Islam secara politis banyak menarik penduduk kerajaan bukan Islam itu masuk Islam.
Untuk lebih memperjelas bagaimana proses masuknya agama Islam di Asia Tenggara ini, ada 3 teori diharapkan dapat membantu memperjelas tentang penerimaan Islam yang sebenarnya:
a.    Menekankan peran kaum pedagang yang telah melembagakan diri mereka di beberapa wilayah pesisir lndonesia, dan wilayah Asia Tenggara yang lain yang kemudian melakukan asimilasi dengan jalan menikah dengan beberapa keluarga penguasa lokal yang telah menyumbangkan peran diplomatik, dan pengalaman lnternasional terhadap perusahaan perdagangan para penguasa pesisir.
b.    Menekankan peran kaum misionari dari Gujarat, Bengal dan Arabia. Kedatangan para sufi bukan hanya sebagai guru tetapi sekaligus juga sebagai pedagang dan politisi yang memasuki lingkungan istana para penguasa, perkampungan kaum pedagang, dan memasuki perkampungan di wilayah pedalaman. Mereka mampu mengkomunikasikan visi agama mereka dalam bentuknya, yang sesuai dengan keyakinan yang telah berkembang di wilayah Asia Tenggara. Dengan demikian dimungkinkan bahwa masuknya Islam ke Asia Tenggara agaknya tidak lepas dengan kultur daerah setempat.
c.    Lebih menekankan makna lslam bagi masyarakat umum dari pada bagi kalangan elite pemerintah. Islam telah menyumbang sebuah landasan ldeologis bagi kebajikan lndividual, bagi solidaritas kaum tani dan komunitas pedagang, dan bagi lntegrasi kelompok parochial yang lebih kecil menjadi masyarakat yang lebih besar.[14]
Agaknya ketiga teori tersebut bisa jadi semuanya berlaku, sekalipun dalam kondisi yang berbeda antara satu daerah dengan yang lainnya. Tidak terdapat proses tunggal atau sumber tunggal bagi penyebaran lslam di Asia Tenggara, namun para pedagang dan kaum sufi pengembara, pengaruh para murid, dan penyebaran berbagai sekolah agaknya merupakan faktor penyebaran lslam yang sangat penting.
E. Sekilas Peradaban Islam di Asia Tenggara
Di Semenanjung Malaya, federasi Malaya yang terdiri dari sembilan negara berdaulat Malaya, Penang, dan Malaka berdiri sebagai negara merdeka dengan status anggota persemakmuran pada tahun 1957. Sistem politik yang dijalankan adalah demokrasi liberal sebagaimana Inggris. Keadaan seperti ini berlangsung sampai tahun 1960. Pada tanggal 16 September 1963 terbentuk federasi Malaysia yang terdiri dari negeri Sabah, Malaka, Brunei, Serawak, dan Singapura.
Sebagai partai politik di Malaysia masih diorganisasi secara komunal. Kepentingan kaum muslimin yang oposisi diwakili oleh sejumlah partai politik yaitu United Malay National Organization ( UMNO ) dan Pan Malaysian Islamic Party ( PMIP ) atau juga sering disebut Partai Islam (PAS ),[15] sedangkan oposisi yang non muslim bersatu dalam Democratic Action Party (DAP) yang mengklaim dirinya sebagai partai multi agama dan multirasial yang pada kenyataannya mendukung etnis Cina.
Pada tahun 1980-an peran Islam dalam politik lebih kelihatan baik di tingkat lokal maupun nasional, Misalnya PAS, dalam kampanyenya menyatakan pembentukan negara Islam.[16] Dalam hal ini PAS mendapat dukungan dari wilayah-wilayah yang didominasi muslim seperti Kelantan, Trengganu, Kedah, dan Perlis. Demikian halnya yang dilakukan UMNO yang merupakan unsur terbesar dan pemimpin dari Front Nasional, memasukkan nilai-nilai Islam ke dalam kebijakan pemerintah dan menjunjung tinggi konstitusi Malaysia. Kebijakan Front Nasional mengenai Islam muncul diantaranya karena keinginan untuk menyesuaikan dengan tumbuhnya harapan masyarakat muslim.
Sejak saat itu dimana-mana terdapat tanda-tanda konformitas yang cukup besar terhadap tata cara hidup Islam Malaysia. Kajian-kajian keislaman di kalangan kaum muslimin meningkat. Lembaga-lembaga yang merefleksikan visi Islam dibangun, seperti lembaga pendidikan, kesehatan, perbankan, perdagangan, maupun industri. Badan- badan dan perkumpulan Islam baru yang memiliki komitmen untuk mewujudkan cita-cita Islam menjamur, misalnya Angkatan Belia Islam Malaysia (ABIM) ataupuin Darul Arqam.[17] Walaupun perkembangan Islam maju pesat di Malaysia, namun hal ini tidak menghalangi hubungan baik antara kaum muslim dan non muslim.
Adapun tentang pendidikan Islam di Malaysia semakin membaik, karena sejak 1956 mulai dikenalkan dalam sistem sekolah nasional dengan alokasi waktu dua jam per minggu. Peraturan ini diterapkan mulai dari Sekolah Dasar selama enam tahun dan sekolah lanjutan selama lima tahun. Sedangkan untuk melanjutkan ke fakultas studi-studi Islam di perguruan tinggi, para murid menjalani pra-universitas, yang didalamnya dipelajari bahasa Arab, Syari’ah, ilmu ushuluddin dan sejarah Islam selama dua tahun.
Di Brunei, sistem politik tradisional diberlakukan kembali dengan mengambil bentuk modern, dimana keluarga Raja sebagai pemegang kepemimpinan kerajaan yang bernama Brunei Darussalam. Situasi politik di negara ini kelihatan sangat tenang. Hal ini dikarenakan selain ukuran wilayahnya yang tidak begitu luas juga penduduknya yang belum begitu banyak dengan kaum muslimin sebagai mayoritas. Oleh karenanya untuk mengatur dan mengendalikan pemerintahan tidak begitu mengalami kesulitan.
Mayoritas penduduk Brunei adalah Melayu, sebagian yang lain adalah penduduk pendatang, seperti Cina. Agama resmi negara adalah Islam, sehingga ia mendapat perlindungan dari negara. Dengan mengambil sistem politik tradisional dan tidak adanya demokrasi politik memungkinkan pemerintahan memberlakukan kebijakan di bidang agama dan lain-lain. Dalam hal pengaruh dari luar, Brunei sangat selektif dan berhati-hati, sehingga mendukung tradisi masyarakat feodal yang diterapkan. Pendidikan agama di Brunei memegang peranan yang sangat penting dalam menyadarkan identitas kaum muslim Melayu Brunei.
Di Philipina, Islam mempunyai sejarah yang panjang. Pada umumnya kaum muslimin terdapat di wilayah Selatan atau disebut Moro dan sebagian ada di Manila dan daerah-daerah pantai Utara. Mayoritas orang-orang Moro adalah nelayan dan petani, namun ada juga yang bekerja sebagai pegawai pemerintah. Walaupun Philipina sudah merdeka, namun kaum muslim hidup terpisah dari masyarakat Philipina lainnya. Setelah Philipina diduduki Amerika Serikat pada awal abad ke-20, secara administratif  dan sistematis wilayah muslim di Selatan mulai di satukan  ke dalam masyarakat politik yang lebih luas. Provinsi Moro didirikan pada 1903 sampai 1913 sebagai unit politik dan militer. Setelah itu tahun 1914 sampai 1920 didirikan wilayah bagian Mindanao dan Sulu. Tidak lama kemudian urusan kaum muslimin ditangani oleh pemerintah Philipina.
Sebenarnya pemerintah Philipina ingin mengatasi persoalan serius yang dihadapi kaum muslimin, yaitu kesulitan ekonomi. Akan tetapi sistem politik Philipina tidak dapat memecahkan persoalan, yang terjadi muncul pemberontakan yang dilakukan kaum Komunis. Jurang pemisah antara yang kaya dan miskin semakin lebar, para politisi memiliki pasukan pribadi, sehingga kondisi pada saat itu sangatlah kacau. Keadaan seperti ini mempengaruhi kaum muslimin untuk mengadakan pemberontakan. Usaha pemerintah untuk menghentikan pemberontakan dari MNLF adalah diadakannya perjanjian-perjanjian, tetapi semuanya gagal. Hal ini disebabkan karena pengkhianatan yang dilakukan Marcos dan pemerintah kolonial Philipina.[18]
Pendidikan Islam di Philipina, menurut Adib Majul dilakukan di Madrasah. Madrasah di Mindanao tidak mengajarkan bahasa Inggris, bahasa nasional Philipina, kelembagaan Philipina atau keahlian teknis yang dapat menyumbang pembangunan ekonomi komunitasnya. Oleh karenanya madrasah-madrasah tersebut dianggap sebagai sekolah-sekolah informal oleh pemerintah. Dengan demikian lulusan  madrasah tidak dapat dengan mudah pindah atau melanjutkan ke akademi atau perguruan tinggi yang diakui pemerintah.[19] Seiring dengan berjalannya waktu, pemerintah Philipina mengijinkan penggunaan bahasa Arab sebagai media pengajaran. Pada bulan april 1973, di wilayah kaum muslimin, Undang-undang Filipina mengijinkan pengajaran pelajaran agama kepada para murid di sekolah umum yang menyediakan waktu dan tidak berbenturan dengan mata pelajaran resmi dan kehadirannya bersifat pilihan[20] dan guru-gurunya harus disediakan orang tua atau organisasi Islam.
Ada dua pusat studi Islam yang merupakan lembaga, yaitu Institut Of Islamic Studies di University of Philipines (1973) dan King Faisal Centre of Arabic and Islamic Studies(1973).[21] Menurut Majul kedua lembaga tersebut walaupun tidak dikendalikan dan diawasi umat Islam, paling tidak telah memperbaiki kondisi agama Islam, pendidikan Ulama, latihan da’wah, dan mengangkat kualitas hidup umat Islam di Philipina. Kuliah diberikan dengan pendekatan instruksional yang tidak mengikat, hal ini disebabkan Philipina sebagai negara sekuler yang melarang penggunaan dana publik untuk tujuan khusus keagamaan.
Di Thailand, Islam adalah merupakan agama kedua, setelah Budha. Kaum muslimin adalah kelompok minoritas dalam kerajaan. Mereka sebagian besar tersebar di empat provinsi bagian selatan, yaitu Satun, Narathiwat, Pattani, dan Yala. Masyarakat muslim di Thailand terdiri dari beberapa etnis dan yang terbesar adalah etnis Melayu. Mata pencaharian mereka bermacam-macam, namun sebagian besar adalah bertani. Di daerah selatan rata-rata sebagai nelayan, sedang yang berada di Bangkok dan pusat kota lainnya bekerja sebagai  pedagang, buruh, tukang ataupun pegawai negeri. Selain ada juga yang bekerja di bidang industri, perbankan, kesehatan ataupun sebagai pasukan kepolisian.
Pada periode selanjutnya, yaitu setelah PD II pemerintah Thai mencabut beberapa kebijakan ekstrem khususnya maklumat Ratthanayom[22]  dari rezim lama dan menunjukkan sikap positif terhadap kaum muslimin, seperti memberikan kebebasan umat Islam dalam menjalankan agamanya. Cara ini berhasil membuat kaum muslimin mau terbuka dan mau menggandeng saudaranya sesama muslim untuk berperan dalam pembangunan nasional Thailand. Partisipasi muslim Melayu dalam sistem politik dan sebagai warga negara Thailand mulai tumbuh sejak bangkitnya demokrasi pada tahun 1979.[23]
Kaum muslimin di Thailasnd terpecah menjadi empat kelompok, yaitu Chularatmontri (kepala kantor masyarakat muslim di Thailand).[24] Kelompok modernis yang menerbitkan jurnal Al-Jihad, kelompok ortodok yang menerbitkan Al-Rabitah, dan kelompok muslim-Melayu di selatan yang menentang kelompok Chularatmontri, namun menolak dikatakan sebagai rival Al-Jihad dan Al-Rabithah. Semuanya komit terhadap Islam, adapun perpecahan tersebut lebih dikarenakan kepentingan masing-masing.
Dalam masalah pendidikan Islam formal di Thailand sebagaimana di Filiphina, tidak banyak memberikan harapan, walaupun telah bertahun-tahun umat Islam di empat provinsi (yang merupakan wilayah umat Islam) telah berjuang untuk mengkomunikasikan aspirasi-aspirasi keagamaan mereka kepada pemerintah Thailand. Pondok pesantren yang dulu berfungsi sebagai tulang punggung identitas dan pertahanan Islam dalam melawan pemerintah pusat, sewaktu terjadi pembebasan rakyat Pattani, sudah hilang digantikan dengan sistem sekolah agama yang modern (madrasah). Perubahan ini sebagai akibat dari adanya peraturan pemerintah tahun 1970 yang berisi bahwa semua pondok di keempat provinsi (wilayah bagian selatan) harus mengubah sistem pendidikan menjadi sekolah agama modern, para murid harus belajar beberapa mata kuliah yang diwajibkan oleh pemerintah seperti bahasa Thailand, matematika, ilmu alam, sejarah, geografi, bahasa Inggris, dan kerajinan kayu.[25]
Singapura adalah sebuah negara kecil yang memiliki penduduk multirasial, multilingual dan multi agama. Keturunan Cina memegang predikat paling tinggi disusul Melayu, India, Pakistan, dan Arab. Umat Islam merupakan kelompok minoritas dan heterogen. Mayoritas dari kaum muslimin adalah Melayu dengan latar belakang yang berbeda-beda; orang pesisir Malaysia, Jawa, Bugis, Bawean, dan lain-lain. Jumlah Cina yang muslim hanya sedikit.
Sebagai negara yang penduduk muslimnya sedikit, pendidikan Islam di Singapura sangat memprihatinkan. Di bawah sistem pendidikan yang maju, kaum muslim Melayu tetap saja tertinggal. Tercatat pada tahun 1980 hanya terdapat 679 orang Melayu yang berpredikat sarjana. Sejak tahun 1958 pendidikan agama Islam telah diajarkan di sekolah-sekolah Melayu sekitar 35-45 menit seminggu, untuk mencari tambahan pengajaran agama bisa belajar di Masjid yang memang menyediakan waktu dan tempat. Waktu itu hanya ada empat sekolah lanjutan dan lima sekolah dasar yang mempunyai jam pelajaran penuh, masing-masing dengan sistem dan kurikulumnya sendiri.
Gambaran sekolah formal agama Islam di Singapura saat ini masih kekurangan fasilitas sebagai lembaga pendidikan modern. Para murid belajar dalam gedung-gedung yang sudah tua dan kebanyakan gurunya tidak menerima latihan apapun dalam bidang seni dan tehnik, sekalipun ada di antaranya yang memiliki gelar dari universitas-universitas Islam. Para murid sama sekali tidak mengambil kegiatan ekstra kurikuler.[26]

BAB  III
PENUTUP

A.  Simpulan
Dalam konteks peradaban umat manusia, - secara periodik - Islam telah hadir lengkap dengan nilai-nilai universalnya dalam upaya memberikan pencerahan terhadap umat manusia pada kurun waktu yang panjang, yakni mulai dari zaman Rasulullah Saw sampai sekarang dan pada ruang yang amat luas yakni mulai dari Mekah sampai hampir seluruh belahan dunia. Dalam perjalanan sejarahnya peradaban Islam sering kali mengalami pasang surut, baik dalam bidang keilmuan, pendidikan, sosial, budaya, agama, ekonomi khususnya politik-kekuasaan.
Ada beberapa teori tentang masuknya Islam ke kawasan Asia Tenggara, seperti Teori kedatangan Islam ke Asia Tenggara dari Arab, Cina dan India.
Tahap-tahap Perkembangan Islam di Asia Tenggara: (1) Kehadiran para pedagang Muslim (7 - 12 M), (2) Terbentuknya Kerajaan Islam (13-16M), (3) Pelembagaan Islam (17-19M).
Adapun saluran Islam masuk ke Asia Tenggara dapat melaui: (1) Saluran Perdagangan, (2) Saluran Perkawinan, (3) Saluran Tasawuf, (4) Saluran Pendidikan, (5) Saluran Kesenian, (6) Saluran politik. Sehingga dengan demikian, Islam begitu cepat berkembang dan dapat diterima dengan baik di Asia Tenggara karena penyebaran dan perkembangannya dengan jalan damai. tidak pernah ada ekspedisi militer ataupun kekerasan untuk islamisasi ini.
B. Saran
Hendaknya menjadi bahan renungan bagi kita sebagai penerus dakwah Islam bahwa Islam masuk di Asia Tenggara dengan cara damai ternyata dengan cara itu Islam begitu kokoh mengakar di kalangan masyarakatnya. Tidak seperti di Spanyol dan wilayah Eropa lainnya dimana Islam sempat masuk.


DAFTAR PUSTAKA

A. Hasymy, (1989). Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia, Penerbit: PT. Al-Ma’arif, Bandung, Cet. II.
A. Majul, Caesar, (1989). Dinamika Islam Filipina, Penerbit: LP3ES, Jakarta.
Abdullah, (1992). Sejarah Umat Islam Indonesia, Penerbit: Majelis Ulama Indonesia, Jakarta.
Abdurrahman, Dudung, (2004). Sejarah Peradaban Islam, Terbitan: LESFI. Yogyakarta.
Anshari, Endang Saifuddin, (1979). The Jakarta Chartier 1945, Terbitan: Kuala Lumpur Muslim Youth Movement of Malaysia.
Azra, Azyumardi, (1989). Perspektif  Islam di Asia Tenggara, Penerbit: Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Cet. I.
B.J. Boland, (1985). Pergumulan Islam di Indonesia, Penerbit: Grafiti Pers, Jakarta.
C.S.T Kansil & Julianto, (1991). Sejarah Perjuangan Pergerakan Kebangsaan Indonesia, Penerbit: PT Gelora Aksara Pratama, Jakarta.
D.G.E. Hall, (1981). A History of  Southeast Asia, edisi keempat, Penerbit: Macmillan, London.
Darajat, Zakiah, (1978). Keadaan Ilmu-Ilmu Pada Perguruan Tinggi Indonesia sekarang dan pada Masa yang akan Datang, Makalah pada Seminar Islam di pusat Pengajian Tinggi ASEAN, Universiti Kebangsan Malaysia.
Ibrahim, Shukri, (t.t) Sejarah Kerajaan Melayu Pattani, Terbitan: Pasir Puteh, Kelantan Mimeograph. Malaysia.
M. Lapidus, Ira, (1999). Sejarah Sosial Umat Islam, bagian 1 & 2, terj.: A. Mas’adi Penerbit: PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Madale, Nagasura, (1989). Tradisi dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara, Penerbit: LP3ES, Jakarta.
Maidin, Abu Bakar, (1981). “Problem Confronting Missionary Activities in Muslim Sociates and Strategy for the Future” ( makalah yang dibacakan pada the International Conference of the 15 th century hijra, Kualalumpur, 24 November 4 Desember 1981)
Marican, Y. Mansoor, (1977). Malay Nasionalism and the Islamic Party of Malaysia, Penerbit: Islamic Studies, Spring, Kualalumpur.
Muzani, Syaiful, (1993). Pembangunan dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara, Penerbit: LP3ES, Jakarta.
Pitsun, Surin, (1989). Islam di Muangthai, Penerbit:  LP3ES, Jakarta.
Singh, Ranjit, (1985). The Problem of Political Survival, Oxford Uneversity Press, Kuala Lumpur.
Yatim, Badri, (1995). Sejarah Peradaban Islam, Penerbit: PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Cetakan I.
Yusuf bin Che Kob, (1980). Sistem Pendidikan Agama di Selatan Thailand, Kertas Kerja Akademis di Departemen Shariah, Universitas Malaysia. Kualalumpur.
----------, (1986). Manifesto PAS Negeri Kelantan, Terbitan: Perhubungan PAS Negeri Kelantan. Malaysia



[1] Dudung  Abdurrahman, Sejarah Peradaban Islam, (Yogyakarta: LESFI, 2004), hlm. 12
[2] Ibid.
[3] A. Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam. (Jakarta: PT. Bulan Bintang), hlm.  9
[4] Abdullah ’Ulwan, Ma’alimal Hadlorah  fi al-Islam, (Bairut: Darus-Salam 1980), hlm. 16
[5] C.V. Avendonk,  Encyclopedia of Islam, (Britll Ltd, Leiden, 1934), h. 326
[6] Anas Machmud, “Turun naiknya kerajaan Aceh Darussalam di Pesisir Timur Pulau Sumatera”, dalam A. Hasymy, (ed) , Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia, (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1989), hlm. 290
[7] A. Hasymy, (ed) , Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia, (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1989), hlm. 293
[8] Ibid. hlmn. 297.
[9] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995), hlm. 209
[10] H. Djajadiningrat, Critische Beschouwing van de Sadjarah Banten Bijdrage ter Kenschetsing van de Javaansche Geschiedschiedschrijving, (Haarlem: Joh. Enschede en Zonen, 1913), hlm. 179.
[11] Badri Yatim, Op cit. hlm. 210
[12] Anas Machmud, op cit. hlm. 295
[13] Abdullah, Sejarah Umat Islam Indonesia, (Jakarta: Majelis Ulama Indonesia, 1992), hlm. 55

[14] Ira. M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, bagian 1 & 2, terj. A. Mas’adi (Jakarta ; PT Raja Grafindo Persada, 1999), hal. 723
[15] PMIP atau PAS sesungguhnya merupakan bagian dari UMNO, Partai ini dibentuk oleh anggota-anggota Persatuan Ulama-ulama se-Malaya, yaitu sebuah badan dalam UMNO yang merasa cemas akan tujuan-tujuan UMNO dan menginginkan untuk memperjuangkan Islam dengan partai tersendiri. Lihat Y. Mansoor Marican,”Malay Nasionalism and the Islamic Party of Malaysia”, dalam Islamic Studies, (Spring,1977) hlm 25
[16] Meskipun partai ini telah memilah jalur konstitusional untuk mencapai tujuannya, partai harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Lihat Manifesto PAS Negeri Kelantan 1986, (Kelantan: Perhubungan PAS Negeri Kelantan 1986) hlm. 5
[17]Darul Arqam merupakan gerakan non politik yang mempunyai tujuan mewujudkan gaya hidup sebagaimana yang dijalankan masyarakat muslim pada masa Rasulullah.
[18]Caesar A.Majul, Dinamika Islam Filipina, (Jakarta: LP3ES, 1989), hlm. 157
[19] C.A. Majul,”The Problem of Islamic Da’wah in The Philippines”(Makalah yang dibacakan pada the Internasional Conference of The 15th Century Hijra, Kuala Lumpur, 24 November -4 Desember 1981), Hlm. 16.
[20] Tentang kedua pusat studi Islam tersebut lebih jelasnya lihat tulisan Nagasura Madale,”Kebangkitan Kembali Islam dan Nasionalisme di Filiphina,” dalam tradisi dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara, (Jakarta: LP3ES, 1989), hlm. 354-356)
[21] Ibid.
[22] Shukri Ibrahim, Sejarah Kerajaan Melayu Pattani, (pasir Puteh, Kelantan t.t mimeograph), hlm 70
[23] Sejumlah orang muslim Melayu ikut serta dalam pencalonan wakil-wakil rakyat dari partai-partai politik di Tahiland, yaitu pada tahun 1079, 1983, dan pemilihan umum Thailand di tahun 1986 .Pada pemilihan Juli 1986 sejumlah nama Muslim terpilih sebagai anggota dewan Perwakilan Rakyat Thailand, mereka adalah Areepen Uttarasingh( Democrat) Sudin Phyuthanont (United Democratic), Seni Madadakul (Community Action), Den Tohmeena(Demokrat) Wan Munamaduor Mata (Democrat), Adul Phunimarong (United Democratic), dan Chirayus Naowakate (progrees).
[24] Adalah nama sebuah lembaga yang diberikan kepada seorang Pemimpin keagamaan Islam (Syaikhul Islam ) oleh pemerintah Thailand. Ia bertanggung jawab kepada Raja Thailand dan merupakan pemimpin birokrasi keagamaan Islam diseluruh Thailand yang berhubungan dengan semua masjid yang terdaftar di Thailand pada semua tingkat.
[25]Yusuf bin che Kob, Sistem Pendidikan Agama di Selatan Thailand, (tugas Akademis di Departemen Shariah, Universitas Malaysia, 1980) hlm. 65
[26]Abu Bakar Maidin, “Problem Confronting Missionary Activities in Muslim Sociates and Strategy for the Future” ( makalah yang dibacakan pada the International Conference of the 15 th century hijra, Kualalumpur, 24 November 4 Desember 1981) hlm. 17.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar